DI RUMAH RASULULLAH MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM
DI RUMAH RASULULLAH
MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM
Oleh: Ali Usman
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang
mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka…”
(QS. Al-Ahzab: 6)
“Di rumah Rasulullah Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam ada istri-istri yang mulia di dunia dan di akhirat. Mereka
akan tetap mendampingi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga di surga
kelak. Mereka juga merupakan ibu dari orang-orang yang beriman, karena itu
sebutan ummul mukminin senantiasa disematkan di nama-nama mereka.”
Penjelasan Ustaz Karim kepada kami remaja Masjid Ukhuwah.
Ustaz Karim melanjutkan tausiahnya
kepada kami. Dengan rasa penasaran yang memenuhi langit-langit Masjid Ukhuwah,
aku menyimak lebih saksama lagi.
“Kalian tahu, jika istri-istri Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ibu orang-orang yang beriman,
alangkah ironisnya ketika orang-orang mukmin tidak mengenal ibu mereka sendiri.
Mau kalian bertandang ke rumah Rasulullah Muhammad shalalallhu ‘alai wasslam?”
Dengan irama agak tinggi Ustaz Karim menantang kami.
Teman-temanku yang lain yang sedang asyik
dengan hapenya tersentak. Serempak mereka melemparkan pandangan ke arah Ustaz
Karim.
“Mau Ustaz!” Koor suara kami menimpali.
“Kalau mau kalian bertandang dan berada di
rumah Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alai wassalam, simak baik-baik cerita
Ustaz berikut ya.
“Baik Ustaz.” Serta merta teman-temanku
mengabaikan hapenya.
Ustaz Karim memaparkan, bahwa jika kita
berada di rumah Rasulullah Muhammd shalallahu ‘alaiwassalam, kita pasti
disambut oleh sebelas orang istri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ibu
bagi kita yang beriman dan mengikuti risalahnya.
Pada tausiyah kali ini, Ustaz Karim
menjelaskan secara singkat enam orang profil ibu kaum mukminin sebagai berikut.
Pertama, Khadijah binti Khuwailid.
Ummul mukminin Khadijah radhiallahu ‘anha
adalah wanita Quraisy yang terkenal dengan kemuliaannya, baik dari sisi nasab
maupun akhlaknya. Nasabnya bertemu dengan Nabi pada kakek kelima, karena itu
beliau adalah istri Nabi yang memiliki kekerabatan paling dekat dengan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dilahirkan pada tahun 68 sebelum hijrah,
ibunda Khadijah sempat mengalami fase jahiliyah, tetapi hal itu tidak
memengaruhi perangai dan kepribadiannya yang mulia. Ia adalah wanita pertama,
bahkan orang pertama yang beriman kepada kerasulan sang suami, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada sedikit pun kalimat-kalimat penolakan,
mendustakan risalah, atau yang membuat Nabi sedih. Di saat-saat berat awal
menerima wahyu, ibunda Khadijah selalu menyemangati dan menguatkan sang suami.
Saat berusia 40 tahun, Khadijah dinikahi
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pernikahan itu terjadi pada tahun 25
sebelum hijrah dan saat itu sang suami pun genap berusia 25 tahun. Rumah tangga
yang suci ini berlangsung selama 25 tahun. Dan keduanya dianugerahi 6 orang
anak; 2 laki-laki dan 4 perempuan. Mereka adalah Qasim, Abdullah, Zainab,
Ruqayyah, Ummu Qultsum, dan Fatimah.
Ummul mukminin, Khadijah radhiallahu ‘anha
wafat pada usia 65 tahun, 3 tahun sebelum hijrahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam ke Madinah.
Kedua, Saudah binti Zam’ah
Saudah binti Zam’ah adalah seorang wanita
Quraisy dari Bani ‘Amir. Sebagian sejarawan menyatakan tidak ada catatan yang
bisa dijadikan rujukan kuat mengenai tahun kelahiran beliau. Ummul mukminin
Saudah binti Zam’ah radhiallahu ‘anha adalah janda dari sahabat As-Sakran bin
Amr radhiallahu ‘anhu. Bersama As-Sakran ia memiliki 5 orang anak. Karena itu
tidak diketahui pula usianya saat menikah dengan Nabi dan berapa tahun usianya
saat wafat. Namun, ada yang mengatakan bahwa usianya saat menikah dengan Nabi
adalah 55 tahun. Ibunda Saudah dinikahi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
saat 3 tahun sebelum hijrah.
Pernikahan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dengan Saudah binti Zam’ah adalah bantahan yang telak bagi orang-orang
yang menuduh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tuduhan keji
terkait hubungan beliau dengan wanita. Saat Nabi tengah dirundung duka karena
wafat Khadijah sang istri tercinta, Khoulah binti Hakim datang menyarankan agar
beliau menikah. Khoulah mengajukan dua nama Saudah atau Aisyah. Lalu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih Saudah binti Zam’ah. Beliau memilih wanita
yang tua usianya dibanding Aisyah yang masih muda. Setelah pernikahan itu
berusia 3 tahun lebih barulah Nabi menikahi Aisyah. Kalau tuduhan orang-orang
yang dengki terhadap Islam itu benar, niscaya beliau lebih mengutamakan
wanita-wanita muda dan gadis untuk dijadikan pedamping beliau setelah Khadijah.
Ummul mukminin Saudah binti Zam’ah wafat
di akhir pemerintahan Umar bin al-Khattab tahun 54 H.
Ketiga, Aisyah binti Abu Bakar
Salah satu istri Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam yang paling dikenal oleh umatnya adalah Aisyah radhiallahu ‘anha. Ummul
mukminin Aisyah memiliki banyak keistimewaan yang tidak dimiliki oleh ummahatul
mukminin yang lain. Di antaranya, dialah satu-satunya istri Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang Allah turunkan wahyu dari atas langit
ketujuh untuk membela kehormatannya. Bukan satu atau dua ayat, tapi Allah
firmankan 10 ayat (QS. An-Nur: 11-20) yang membela kehormatan Aisyah
radhiallahu ‘anha dan terus-menerus dibaca hingga hari kiamat. Menodai
kehormatan Aisyah sama saja mengingkari Alquran. Oleh karena itu, para ulama
memvonis kafir orang-orang yang merendahkan kehormatan Aisyah radhiallahu
‘anha.
Ummul mukminin
Aisyah radhiallahu ‘anha dilahirkan pada tahun ke-7 sebelum hijrah. Ia adalah
seorang wanita Quraisy putri dari laki-laki yang paling mulia setelah para nabi
dan rasul, yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu dan ibunya adalah Ummu
Ruman radhiallahu ‘anha.
Sebelum menikahi Aisyah, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya 3 malam berturut-turut dalam mimpinya
dan mimpi Nabi adalah wahyu. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menuturkan
mimpinya, “Aku melihatmu (Aisyah) dalam mimpiku selama tiga malam. Malaikat
datang membawamu dengan mengenakan pakaian sutra putih. Malaikat itu berkata,
‘Ini adalah istrimu’. Lalu kusingkapkan penutup wajahmu, ternyata itu adalah
dirimu. Aku bergumam, ‘Seandainya mimpi ini datangnya dari Allah, pasti Dia
akan menjadikannya nyata’.” (HR. Bukhari dan Muslim). Jadi, Nabi menikahi
Aisyah adalah perintah dari Allah Ta’ala.
Aisyah dinikahi Rasulullah saat berusia 9 tahun
(terhitung sejak Rasulullah bercampur dengan Aisyah) dan rumah tangga yang suci
ini berlangsung selama 9 tahun pula. Aisyah menuturkan, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menikahiku saat aku berusia 6 tahun dan berumah tangga
bersamaku (menggauliku) saat aku berusia 9 tahun.” (Muttafaq’ alaihi).
Umur Aisyah yang sangat dini menjadi
polemik di masa kini. Karena orang-orang sekarang menimbang masa lalu dengan
kaca mata masa kini. Padahal tidak ada satu pun orang-orang kafir Quraisy, Abu
Jahal dkk., mencela pernikahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengna
Aisyah. Kita ketahui orang-orang kafir Quraisy mengerahkan segala cara untuk
menjatuhkan kedudukan Rasulullah, hingga fitnah yang di luar nalar pun akan
mereka lakukan demi rusaknya image Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam di tengah manusia. Mereka menyebut beliau pendusta dan tukang sihir
setelah mereka sendiri menggelarinya al-amin. Artinya, nalar Abu Jahal
dkk. tidak terpikir untuk mencela Rasulullah yang menikahi Aisyah yang masih
sangat muda.
Salah satu hikmah dari pernikahan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Aisyah radhiallahu ‘anha adalah
menghapus anggapan orang-orang terdahulu yang menjadi norma yang berlaku di
antara mereka yaitu ketika seseorang sudah bersahabat dekat, maka status mereka
layaknya saudara kandung dan berlaku hukum-hukum saudara kandung. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sahabat dekat. Ketika Rasulullah hendak
menikahi Aisyah, Abu Bakar sempat mempertanyakannya, karena ia merasa apakah
yang demikian dihalalkan.
Dari Aurah, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam datang kepada Abu Bakar untuk melamar Aisyah. Lalu Abu Bakar
berkata, ‘Sesungguhnya aku ini saudaramu’. Nabi menjawab, ‘Iya, engkau
saudaraku dalam agama Allah, Allah dan Kitab-Nya dan ia (anak perempuanmu) itu
halal bagiku’.” (HR. Bukhari).
Rasulullah hendak memutus kesalahpahaman
ini dan mengajarkan hukum yang benar yang berlaku hingga hari kiamat kelak.
Saat ibunda Aisyah radhiallahu ‘anha
berusia 18 tahun, di pangkuannya, sang suami tercinta wafat meninggalkannya
untuk selamanya. Dan saat berusia 65 tahun ia pun baru menyusul sang kekasih
pujaan hati. Dengan demikian, selama 47 tahun Aisyah hidup sendiri tanpa suami.
“Masih semangat dan fokus mendengarkan
cerita Ustaz?”
Ustaz Karim mengejutkan kami yang masih
fokus memperhatikan dan merasakan, bahwa kami benar-benar berasa di rumah
Rasulullah Muhammad shalallahu’alai wassalam.
“Masih Ustaz!” Seru kami semangat.
Melihat semangat kami, Ustaz Karim
meneruskan perjalanan kami di rumah Rasulullah Muhammad shalallahu
‘alaiwassalam dengan penjelasan profil ibunda kami yang keempat sebagai
berikut.
Keempat, Hafshah binti Umar bin al-Khattab
Wanita Quraisy berikutnya yang merupakan
ibu dari orang-orang yang beriman adalah Hafshah putri dari Umar Al-Faruq.
Hafshah dilahirkan pada tahun ke-18 sebelum hijrah. Sebelum menikah dengan
Rasulullah, Hafshah adalah istri dari pahlawan Perang Badar, Khunais bin
Khudzafah as-Sahmi radhiallahu ‘anhu. Bersama Khunais, Hafshah mengalami dua
kali hijrah, ke Habasyah lalu ke Madinah. Khunais radhiallahu ‘anhu wafat
karena luka yang ia derita saat Perang Badar.
Setelah Khunais radhiallahu ‘anhu wafat,
Umar berusaha mencarikan laki-laki terbaik untuk menjadi suami putrinya ini. Ia
mendatangi Abu Bakar dan Utsman, namun keduanya bukanlah jodoh bagi anak
perempuannya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminang Hafshah.
Betapa bahagianya Umar, selain menjadi sahabat Rasulullah, ia pun mendapatkan
kehormatan dengan memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi yang mulia.
Pernikahan Hafshah dengan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam terjadi pada tahun ke-3 H. saat itu usia Hafshah
adalah 21 tahun. Ia hidup bersama Rasulullah, membangun keluarga selama 8
tahun. Saat usianya menginjak 29 tahun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam wafat. Dan Hafshah wafat pada usia 63 tahun tahun 45 H, pada masa
pemerintahan Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu.
Kelima, Zainab binti Khuzaimah
Keistimewaan ummul mukminin Zainab
binti Khuzaimah adalah ringannya beliau dalam berderma. Karena hal ini, ia
dijuluki ibunya orang-orang miskin. Zainab binti Khuzaimah adalah seorang
wanita Quraisy janda dari pahlawan Perang Uhud, Abdullah bin Jahsy radhiallahu
‘anhu.
Setelah menjanda, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menikahinya di bulan Ramadhan tahun 3 H. Namun kebersamaannya
dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah berlangsung lama. Ummul
mukminin Zainab bin Khuzaimah wafat saat pernikahannya dengan Rasulullah
baru berumur 8 bulan atau bahkan kurang dari itu. Dan saat itu usia Zainab
radhiallahu ‘anha 30 tahun. Dengan demikian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dua kali merasakan wafat ditinggal istrinya.
Keenam, Ummu Salamah
Nama Ummu Salamah adalah Hindun binti
Umayyah. Ia adalah wanita Bani Makhzum anak dari salah seorang yang paling
dermawan dari kalangan Quraisy, Umayyah bin al-Mughirah. Sebelum menikah dengan
Rasulullah, suaminya adalah seorang muhajirin yang pertama-tama memeluk Islam,
ia adalah Abu Salamah Abdullah bin Abdul Asad al-Makhzumi al-Qurasyi. Ummu
Salamah dilahirkan pada tahun 24 sebelum hijrah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menikahinya di tahun 4 H. Saat itu usianya menginjak 28 tahun. Hikmah
dari pernikahan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Ummu Salamah adalah
pemuliaan terhadap Ummu Salamah radhiallahu ‘anha. Ia dan suaminya adalah orang
yang memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam sebagai orang-orang pertama
menyambut dakwah Islam. Ummu Salamah juga memiliki 4 orang anak yang menjadi
yatim. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi penanggungnya dan keempat
anaknya.
Ummu Salamah radhiallahu ‘anha memiliki
usia cukup panjang, 85 tahun. Ia wafat pada tahun 61 H, pada saat pemerintahan
Yazid bin Muawiyah.
“Bagaimana anak-anak Ustaz, udah kenal
dengan ibu kaum mukminin kan? Beliau-beliau adalah ibu kita yang harus kita
kenal dan kita jadikan teladan mulia untuk diri sendiri dan saudara muslimah
kita.”
“Siap Ustaz!” Irama koor suara kami
menggemakan ruangan Masjid Ukhuwah.
“Baik, semoga kalian Allah mudahkan
mendapatkan pasangan dan putri Muslimah yang shaleha seperti para ibunda kita
tadi ya. Amin.
“Amin Amin Allahumma amin.”
“Terima kasih atas doanya Ustaz.
Ustaz Karim mengakhiri tausiyah hari ini.
Beliau berjanji pada pertemuan tausiyah berikutnya beliau akan mengajak kami
lagi bertandang ke rumah Rasulullah Muhammad shalalallahu ‘alaiwassalam.
Sumber: terinspirasi dari artikel Ustaz Nurfitri Hadi (dari sumber: Muhammad, Bassam Hamami. 1993. Nisa Haula ar-Rasul. Damaskus dan islamstory.com)

Komentar
Posting Komentar