BUDAYA DISIPLIN POSITIF

 


BUDAYA DISIPLIN POSITIF

Oleh: Ali Usman

 

“Anak-anak Ustadz, mari kita belajar dengan tertib ya!” Intruksi saya ketika memulai pelajaran Bahasa Indonesia.

“Jangan bicara saat Ustadz menjelaskan materi pelajaran ya, karena penjelasan Ustadz itu yang membantu antum untuk lebih paham materi yang ada di modul dan buku paket kita. Apalagi materi teks pidato persuasif dan teks cerpen lumayan padat. Ada produk dan praktiknya juga di tengah dan akhir semester ini.” Saya panjang lebar menjelaskan dan memotivasi murid-murid saya.

Saya melihat murid-murid saya saling pandang. Beberapa di antara mereka ada yang saling bercerita. Sesekali ada yang bergelut dan saling lempar kertas dalam bentuk layangan. Bahkan ada yang tidur terkulai lemas kepalanya di atas meja dan ada juga yang asyik coret-coret membuat gambar kartun.

“Permisi Ustadz! Saya mau buang air kecil ke toilet.” Tiba-tiba ada murid saya yang minta izin keluar kelas. Serta merta saya mengangguk mempersilakan.

“Saya juga izin ke luar Ustadz, mau ke kantor guru piket akademik mengambil buku catatan tertinggal.”

“Ya Nak. Nggak pakai lama kan?” saya merespon sambil menjelaskan pelajaran.

“Nggak Ustadz,” jawabnya sambil menuju pintu kelas.

Saya merasa, murid saya satu persatu ada yang permisi dan izin keluar kelas dengan berbagai alasan. Murid yang masih dalam kelas masih banyak, tapi banyak yang tidak semangat dan tidak fokus memperhatikan penjelasan, sehingga terasa murid-murid tidak menghargai saya sebagai gurunya dan tidak saling menghargai antar sesama murid.

***

 

Yah, begitulah kurang lebih sepotong pengalaman saya yang masih teringat di awal pembelajaran masa kenormalan baru tahun kemarin. Memang masa covid-19 menghadirkan kebiasaan baru murid-murid saya yang beberapa bulan daring. Kesulitan yang terasa ketika proses pembelajaran teks pidato persuasif, teks cerpen dan pembelajaran berbasis teks lainya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia secara umum kurang menarik bagi mereka.

Karakter dan sifat murid saya ketika menjalankan kegiatan proses pembelajaran terlihat kurang antusias dan kurang semangat karena pembelajaran Bahasa Indonesia selalu jam siang menjelang zuhur. Namun, masih ada sebagian yang semangat dan mau mengikuti arahan saya dalam merefleksikan pembelajaran dan mengusulkan, membuat, dan menyepakati keyakinan kelas.

“Kami tidak paham Ustadz, apa perbedaan peraturan kelas dengan keyakinan kelas?” 

“Kan sudah pernah Ustadz jelaskan sebelumnya?” Saya merasa murid belum bisa membedakan peraturan kelas dengan keyakinan kelas dan masih ada yang belum antusias dalam membuat dan merencanakan budaya positif di setiap pembelajaran Bahasa Indonesia.

Saya berusaha menjelaskan bahwa keyakinan kelas adalah nilai-nilai kebajikan yang universal dan disepakati secara bersama-sama. Keyakinan kelas yang diyakini adalah saling menghargai dan fokus belajar. Keresahan yang saya rasakan, ketika saya membuat kegiatan ini adalah murid-murid belum memahami apa itu budaya disiplin positif dan bagaimana cara mengusulkan keyakinan kelas serta menyepakatinya untuk ditempel dan diterapkan dalam setiap pembelajaran Bahasa Indonesia.

***

 

Respon dan kondisi murid/kelas ketika pertama kali saya melaksanakan kegiatan tersebut adalah kurang tertarik dan kurang antusias, tetapi dengan saya memberikan pemahaman untuk menindaklanjuti refleksi pembelajaran Bahasa Indonesia sebelumnya, maka saya mengajak anggota kelas untuk bersama-sama mengusulkan, membuat, dan menyepakati keyakinan kelas yang akan diterapkan di kelas. Pengalaman ini makin membuat saya tertantang dan ingin mencoba mempersiapkan rencana pembelajaran yang terintegrasi dengan mewujudkan budaya positif ini. Memberikan pemahaman kepada murid terkait pentingnya keyakinan dan membuat kesepakatan. Berkomitmen bersama untuk konsisten mewujudkan disiplin budaya positif: saling menghargai dan focus belajar. Menempelkan hasil kesepakatan keyakinan kelas di dinding-dinding kelas. Dan melakukan evaluasi dan refleksi terhadap pelaksanaan budaya positif dengan keyakinan kelas.

Alhamdulillah di tahun ajaran 2021/2022, saya mulai mewujudkan budaya positif di kelas dengan mempersiapkan rencana pembelajaran yang terintegrasi dengan mewujudkan budaya positif ini. Pada pertemuan pertama di awal semester saya melakukan refleksi pembelajaran semester satu. Saya meminta murid-murid menuliskan hal yang baik selama pembelajaran dengan saya dan apa yang belum baik. Saya juga mengajak murid-murid untuk mempertahankan hal baik tersebut dan meminimalkan hal-hal yang kurang baik. 

“Pembelajaran Bahasa Indonesia itu membosankan.” Itu salah satu kalimat refleksi yang belum baik diungkapkan murid saya selama belajar Bahasa Indonesia.

“Cara meminimalkannya dengan membuat seru dan menyenangkan,” itu salah satu refleksi yang disampaikan murid melalui kertas sticknote yang saya bagikan.

Kemudian saya dan murid-murid bergantian membacakan hasil refleksi yang sudah dituliskan dan maknanya untuk lebih baik menciptakan pembelajaran yang disiplin dan menyenangkan, sehingga harapannya hasil kesepakatan untuk menghadirkan budaya positif di kelas.

Dalam selang dua pekan saya kembali mengajak murid-murid untuk mendengarkan penjelasan saya terkait pentingnya keyakinan dan membuat kesepakatan. Alhamdulillah dengan bertahap murid-murid saya paham dengan keyakinan kelas. Saya memberikan setiap murid menuliskan keyakinan kelas yang diinginkan di kertas sticknote. Kemudian, saya membagi selurih anggota kelas dalam 3 kelompok. Setiap kelompok memilih maksimal 2 keyakinan kelas dari hasil usulan keyakinan kelas yang sudah ditulis. Setiap kelompok menyepakati 2 keyakinan kelas dan menurunkan keyakinan kelas itu dalam kesepakatan membuat kesepakatan keyakinan kelas berkelompk. Kemudian terhimpunlah 6 keyakinan kelas yang disepakati dan ditempelkan di dinding kelas. 

Tahapan selanjutnya, setelah menyepakati keyakinan kelas dan kesepakatan itu ditempel di dinding kelas. Kemudian dipahami maknanya agar bisa diterapkkan dan ingin bersama-sama mewujudkannya menjadi budaya positif di kelas dalam setiap pembelajaran, terutama pada pembelajaran Bahasa Indonesia yang saya ampu bersama murid-murid kelas IX Qatif ini. Dengan demikian, komitmen bersama untuk konsisten mewujudkan budaya positif di kelas.

Langkah selanjutnya menempelkan hasil kesepakatan keyakinan kelas di dinding-dinding kelas. Alhamdulillah hasil kesepakatan keyakinan kelas sudah ditempelkan di dinding kelas. Kemudian dibaca-baca dan dipahami untuk bersama-sama menjalankan hasil kesepakatan keyakinan kelas tersebut demi terciptanya budaya positif saling menghargai dan fokus belajar.

"Mudah ternyata ya ustadz, seperti bermain lomba buat slogan dan display kelas aja dan kami jadi paham apa itu budaya disiplin positif dengan membuat kesepakatan keyakinan kelas." Respon salah seorang murid saya.

"Alhamdulillah, terima kasih banyak atas kolaborasi harmonisnya dengan seluruh anggota kelas ya, Ustadz berharap antum terus berupaya komitmen dan konsisten mewujudkan setiap hari dalam pembelajaran kita."

***

 

Hal yang paling berkesan dari kegiatan yang dilakukan adalah saya dan murid saya makin terhubung dan dekat dengan murid, tumbuh rasa saling menyayangi karena Allah untuk mewujudkan budaya disiplin positif selama pembelajaran di kelas dan di luar jam pembelajaran. 

"Belajar Bahasa Indonesia dengan Ustadz Ali itu seru. Semangat dan enjoy berkat adanya keyakinan kelas yang sudah kita sepakati."

Perubahan yang saya rasakan adalah saya dan murid-murid saling menghargai dan semangat dan berani memberikan masukan ketika ada yang tidak sesuai kesepakatan keyakinan kelas. Perubahan yang akan dilakukan, mulai dari diri sendiri dengan membudayakan saling menghargai dan menyayangi karena Allah, mengajak murid-murid untuk selalu fokus dalam belajar, menghadirkan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, dan komitmen untuk melaksanakan budaya positif ini. 

Dengan menghidupkan budaya disiplin positif dengan membuat keyakinan dan kesepakatan kelas, ternyata sesi belajar saya bersama murid-murid menjadi lebih hidup. Sebagian besar dari mereka sangat aktif berpendapat, saling menghargai dan fokus belajar. Bahkan, saya banyak belajar dari mereka. Alhamdulillah.

 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teks Rekon: Pengertian, Fungsi, Ciri Kebahasaan, Struktur dan Contohnya

Perbedaan Best Practice dengan PTK