By. Satria hadi lubis
Yang dimaksud keutamaannya adalah disiplin tanpa disuruh adalah masing-masing pihak dalam keluarga melakukan kewajiban masing-masing tanpa perlu dingatkan terus menerus oleh pihak lainnya. Suami tahu kewajibannya, begitu pula isteri dan anak-anak. Hal ini mensyaratkan pengetahuan dan kesadaran yang cukup tentang apa saja hak dan kewajiban berkeluarga dalam Islam.
Namun sayangnya, banyak orang yang berkeluarga tapi belum memiliki ilmu pengetahuan tentang hak dan kewajiban dalam keluarga. Mereka berkeluarga bukan karena ilmu, tapi oleh budaya dan tradisi. Bahkan sampai saat ini ilmu berkeluarga (family education) belum dianggap penting untuk diberikan kepada calon penganten. Apalagi sampai diwajibkan oleh pemerintah. Padahal semestinya setiap calon penganten harus mengikuti semacam sekolah (kursus) pendidikan keluarga (family school) yang diselenggarakan oleh pemerintah bekerjasama dengan lembaga-lembaga agama terkait.
Dampak dari ketidaktahuan tentang ilmu berkeluarga membuat banyak suami atau isteri yang tidak tahu hak dan kewajibannya. Sudah sering terdengar ada keluarga tidak harmonis karena suami tidak melakukan kewajibannya, yakni memberi nafkah kepada isteri dan anaknya. Sebaliknya isteri lalai melaksanakan kewajibannya, yakni melayani suami sebaik-baiknya dan mendidik anak-anaknya. Isteri malah sibuk bekerja dan mengembangkan karir, padahal tidak darurat untuk mencari nafkah membantu suaminya.
Kelalaian suami atau isteri tersebut kemudian berdampak kepada anak-anaknya yang tumbuh berkembang tanpa keteladanan dan pendidikan yang memadai dari bapak ibunya. Banyak orang tua sekarang yang sudah merasa memberikan pendidikan yang cukup ketika menyekolahkan anaknya di sekolah yang mahal. Mereka lupa sekolah formal tidak dapat menggantikan peran mereka sebagai pendidik utama bagi anak-anaknya. Tidak bisa figur pendidik ayah ibunya diganti orang lain. Sekolah hanya membantu orang tua mendidik anak-anaknya, bukan menggantikan.
Akhirnya, banyak anak-anak sekarang yang tumbuh menjadi pribadi yang pincang (split of personality), baik secara emosional dan spritual, karena kurang pendidikan dari ayah ibunya. Berita-berita tentang kenakalan anak dan remaja sudah sering kita dengar sebagai bukti betapa rapuhnya kepribadian anak-anak kita. Lalu anak-anak dengan pribadi yang pincang itu kelak akan menikah dan melahirkan generasi baru yang juga pincang seperti ayah ibunya. Demikian seterusnya. Wajar jika generasi idaman harapan Islam dan bangsa sulit diwujudkan karena kebanyakan kita menikah tanpa ilmu, tapi hanya berdasarkan budaya dan tradisi belaka. Aneh memang, sekolah untuk bekerja bertebaran dimana-mana dan dengan sistem yang selalu diperbaharui (sekolah kejuruan dan perguruan tinggi). Namun sekolah untuk berkeluarga (family school) tidak ada. Kalau pun ada hanya sebatas seminar atau ceramah yang bersifat singkat dan tidak sistematis. Padahal bekerja dan berkeluarga sama pentingnya. Atau bahkan, menurut sebagian ulama, keluarga lebih penting daripada pekerjaan. Inilah yang terjadi jika kehidupan kita diatur oleh nilai-nilai sekuler dan materialistik. Selalu yang didahulukan yang bersifat materi dan uang daripada yang bersifat kerohaniaan dan maknawi.
Jadi, untuk membentuk keluarga harmonis sangat diperlukan pendidikan keluarga yang dijalankan oleh masing-masing pihak. Suami, isteri dan anak. Pendidikan yang bukan hanya diberikan sebelum menikah tapi juga sepanjang pernikahan. Masing-masing pihak perlu memiliki kesadaran untuk mengembangkan pengetahuannya tentang apa saja hak dan kewajiban dalam keluarga. Tidak usah disuruh-suruh dan harus dimarahi dulu oleh pihak lain baru melakukannya. Suami, isteri dan anak sudah disiplin melakukan kewajibannya karena berangkat dari kesadaran diri. Inilah yang dimaksud dengan tips yang ketiga; keutamaannya adalah disiplin tanpa disuruh.
Sebab jika disiplin melakukan kewajiban harus disuruh-suruh dan diingatkan lebih dahulu maka yang muncul adalah pertengkaran, minimal perasaan tersinggung. Apalagi bagi suami yang memang diciptakan Allah swt memiliki sifat kepemimpinan dalam keluarga. Mudah bagi kita menerima nasehat dari orang yang statusnya “di atas” kita. Tapi sulit bagi kita menerima nasehat dari orang yang statusnya “di bawah” kita. Itulah sebabnya ada beberapa suami yang harga dirinya merasa tersinggung karena sering dinasehati isterinya. Apalagi jika cara menasehatinya seperti menggurui dan memarahi. Begitu pula isteri lama kelamaan juga akan sakit hati jika sering dimarahi suaminya karena tidak melakukan kewajibannya. Nah..supaya ini tidak terjadi, alangkah idealnya jika suami isteri disiplin melakukan kewajibannya tanpa disuruh-suruh. Sebab menyuruh berulang-ulang akan membuat sakit hati bagi yang menyuruh dan juga yang disuruh. Keduanya berbuat dosa satu sama lain.
Di bawah ini, saya akan ulang beberapa kewajiban suami isteri yang diambil dari buku “Petunjuk Sunnah dan Adab Sehari-hari Lengkap” karangan H.A. Abdurrahman Ahmad sebagai pelengkap dari tulisan singkat ini. Semoga kita semua menjadi keluarga sakinah dengan disiplin melakukan kewajiban masing-masing tanpa disuruh-suruh.
Kewajiban Suami Kepada Istri :
-Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-aubah: 24)
-Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah dan Rasul-Nya. (At-Taghabun: 14)
-Hendaknya senantiasa berdoa kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)
-Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)
-Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
-Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
-Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
-Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
-Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la)
-Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)
-Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).
-Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
-Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
-Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
-Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
+Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)
-Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya. (AI-Baqarah: 240).
-Suami wajib menundukkan pandangan mereka kepada yg bukan mahrom dan menjaga kemaluannya. (An-Nur: 30)
Kewajiban Isteri Kepada Suami :
-Hendaknya istri menyadari dan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah pemimpin kaum wanita. (An-Nisa’: 34)
-Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada istri. (Al-Baqarah: 228)
-Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)
Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah:
Menyerahkan dirinya,
Mentaati suami,
Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,
Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami
Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)
-Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam kesibukan. (Nasa’ i, Muttafaqun Alaih)
-Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya. (Muslim)
-Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)
-Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)
-Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: “Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi)
-Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
-Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami (Thabrani)
-Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34)
Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta (3) Tetangga yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)
-Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat bulan sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)
-Isteri wajib menundukkan pandangan mereka kepada yg bukan mahrom dan menjaga kemaluannya. (An-Nur: 31). ##
Komentar
Posting Komentar