LITERASI GURU 30
HARI MENULIS BUKU
“Menulis dengan otak
kanan. Maksudnya, tidak
takut untuk memulai.
Karena rumus dari menulis yang paling mujarab adalah MULAILAH MENULIS. Apapun itu. Kalau tidak pernah dimulai dan hanya ditanya terus,
kapan mulai menulisnya? Tidak
akan pernah ada tulisan itu.”
(Kang
Hakim)
![]() |
Ali Usman |
Literasi guru 30 hari menulis buku merupakan cara
sekolah menghadirkan semangat menulis guru yang selaras minat dan pekerjaannya. Minat atau hobi
selalu melekat pada dan dikembangkan oleh seseorang. Karena itu, ia merupakan
sumber inspirasi untuk kegiatan-kegiatan produktif dan kreatif. Orang
melakukannya setiap hari, bukan hanya saat di tempat kerja, kadang malah dibawa
pulang (sebagai pekerjaan rumah). Karena itu, sama dengan posisi minat atau
hobi, pekerjaan orang juga sangat potensial untuk dikembangkan menjadi tulisan.
Sekolah-sekolah
saat ini telah banyak yang melaksanakan Gerakan Literasi Sekolah (GLS),
banyak guru tengah semangat menulis, baik menulis buku, best practices, atau artikel. Hingar bingarnya sudah semakin
terlihat di berbagai daerah melalui kegiatan-kegiatan seminar, pendidikan dan
latihan (diklat) offline maupun online, atau workshop menulis Karya
Tulis Ilmiah (KTI) yang diselenggarakan oleh berbagai organisasi profesi guru
ataupun grup-grup online guru di
Whatsapp atau Telegram.
Menurut Much. Khoiri,
menulis tentang minat dan pekerjaan, tentu bisa dilakukan. Bahannya sudah
tersedia, ya melekat di dalam minat dan pekerjaan yang orang miliki. Bahkan,
bahan itu begitu banyak dan melimpah, tinggal bagaimana menyikapi dan
mengolahnya menjadi tulisan. Ibaratnya, jika mau memasak sayur sup, seluruh
bahan sup sudah tersedia, tinggal memasaknya.
Jika bahan sudah melimpah, berarti tinggal teknik
menulisnya. Tapi, saya sarankan, jangan kebanyakan memikirkan untuk belajar
teknik menulis. Teknik akan berkembang dan menyempurna seiring dengan banyaknya
latihan menulis. Rahasia top menulis adalah menulis, menulis, dan terus
menulis. Menulis menuntut banyak latihan menulis sedangkan teori dan teknik
menulis hanya sekadar pelengkap saja.
Buktinya banyak. Bagi para guru, ada banyak guru
yang selain menggeluti tugas utamanya sebagai guru, mereka juga meniti karir
tambahan (avocation) sebagai penulis.
Nama-nama seperti Abah Yoyok, Ardi Susanti, Hernawati Kusumaningrum, Triana
Dewi, Icha Hariani Susanti, Darman D. Hoeri, Baharudin Iskandar, Fahrurraji
Asmuni, Fransisca Ambar K. hanyalah sedikit contoh guru yang juga menekuni
bidang menulis. Dosen dan jurnalis tak perlu saya sebutkan di sini. Mengapa?
Pada prinsipnya mereka memang akrab dengan dunia akademik dan tulis-menulis.
Kalau ada dosen dan jurnalis menulis buku, itu mah memang wajar dan seharusnya.
Malah aneh jika ditemukan bahwa dosen dan jurnalis tidak menulis itu sama saja
telah mengingkari tugasnya sebagai intelektual.
Contoh nyata lain, ada rohaniawan penulis, seperti
Y.B. Mangunwijaya, Buya Hamka, Moedji Sutrisno, Gus Dur, atau Yusuf Mansur.
Karena kekayaan jiwa, kedalaman rohani, dan kemapanan intelektualitas mereka,
masing-masing telah mewariskan puluhan buku di bidangnya. Bahkan, Buya Hamka
menulis lebih dari seratus buku semasa hidupnya.
Jika kita
ingin tahu tentang hobi yang jadi tulisan, maka kunjungilah toko buku
cukup besar. Anda akan temukan rak-rak yang memajang buku tentang
masak-memasak, budidaya jamur atau ikan arwana, budidaya bunga, teknik merawat
burung, teknik memanfaatkan kain perca, dan sebagainya. Semua berbicara tentang
minat atau hobi. Namun, pastilah masih banyak peluang yang bisa ditulis, karena
hobi manusia memang begitu luas dan beragam. Nah, kini saatnya guru-guru budiman menunjukkan
sebuah aksi nyata: membangun niat dan
komitmen, menemukan potensi yang tersimpan (minat, hobi, dan pekerjaan),
menyiapkan diri dan waktu, serta mulai menulis dan terus menulis sehingga
tulisan yang diinginkan tuntas.
Menurut Kang Hakim, beliau bisa menyelesaikan
penulisan satu buku selama 5-7 hari. Padahal sebelumnya
sangat sulit. Lalu apa rahasia beliau
bisa menulis? Berikut penjelasannya.
Pertama,
keluar dari kotak (out of the box).
Kita patahkan mindset yang selama
ini mengatakan: menulis itu susah, kalau sibuk susah untuk menulis. Kita dobrak paradigma
ini. Kapan pun kita harus tetap menulis.
Kedua,
menundukkan waktu. Ya, waktu harus kita kalahkan. Kita
harus memperbudak waktu. Orang sibuk dan nggak sibuk, orang sukses
dan gagal, durasi waktunya sama, 24 jam. Masa iya dalam 24 jam itu tidak bisa
menyisihkan waktu minimal 1-2 jam setiap hari untuk menulis.
Ketiga,
nyicil. Kalau nyicil
mobil, rumah, bisa. Kenapa nggak bisa
nyicil nulis? Bayangkan, jika dalam 1
hari bisa menulis 2-3 halaman, kalikan 1 bulan.
3 halaman x 30 hari = 90 halaman kuarto. Sudah bisa menjadi satu buku
sedang di atas 100 halaman kalau sudah di-layout.
Keempat,
menulis dengan otak
kanan. Maksudnya, tidak takut untuk memulai.
Karena rumus dari menulis yang paling mujarab adalah MULAILAH
MENULIS. Apapun itu. Kalau tidak pernah dimulai dan
hanya ditanya terus, kapan mulai menulisnya? Tidak
akan pernah ada tulisan itu.
Kelima,
jadilah penulis,
jangan jadi editor. Saat menulis, tulis saja dulu, nanti
diedit belakangan setelah selesai menulis. Pengalaman Kang
Hakim, kalau lagi menulis lalu coret lagi, coret lagi, akhirnya membuat
gagasan terhambat, sehingga semakin lambat tulisan itu selesai.
Maka, jadilah penulis, bukan editor.
Keenam,
jadikan fenomena,
sumber bacaan, sebagai
bahan tulisan. Sejatinya banyak hal
yang bisa kita tulis. Baik berkaitan dengan siswa, fenomena
pendidikan dewasa ini, kondisi perpolitikan, perekonomian, dan
lain-lain. Tinggal tangkap
fenomena, kerangkeng ide, buat judul, lalu eksekusi menjadi outline (kerangka).
Ketujuh,
tulislah dari bab atau bahasan yang termudah. Ini yang Kang
Hakim lakukan setiap menulis. Hal ini membantu kita
untuk menuangkan ide menjadi tulisan yang bagus dan menarik.
Kedelapan,
deadline. Buatlah deadline dari diri sendiri, kapan saya harus menyelesaikan
tulisan/buku saya? Jika ini sudah dilakukan,
pastilah komitmen diri untuk disiplin itu bisa diupayakan. Sehingga sebuah
tulisan itu terlahir menjadi warisan ilmu.
Kesembilan,
refresh. Kalau pikiran
mandeg dan buntu, segarkan
sejenak dengan dengar musik, bermain dengan anak, nonton televisi, atau baca buku
ringan, dan lain-lain, untuk menstimulus ide.
Berdasarkan rahasia bisa menulis Kang Hakim di
atas, dapat disimpulkan bahwa, seorang guru itu pasti bisa menulis terkait
bakat dan hobinya. Laksankanlah kesembilan rahasia di atas. Insya Allah
literasi guru 30 hari menulis buku pasti bisa terwujud,
Kang Hakim saja bisa selama 5-7 hari menulis satu buku. Insya Allah kita
juga bisa. Allahuakbar! Man jadda wajada.
Komentar
Posting Komentar