2.3.a.9. Koneksi Antarmateri - Coaching

 

2.3.a.9. Koneksi Antarmateri - Coaching

 

Ali Usman, S.S., M.Pd.
SMP Perguruan Islam Ar Risalah
CGP Angkatan IV Kota Padang

Pemaparan berikut adalah sebuah kesimpulan dan penjelasan mengenai peran saya sebagai Penuntun (Sistem Among) atau seorang Coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya di Modul 2 yakni Pembelajaran Berdiferensiasi dan Pembelajaran Emosi dan Sosial. Refleksi dari pemahaman atas keseluruhan materi Modul 2.3 bagaimana keterampilan coaching dapat membantu profesi saya sebagai guru dalam menjalankan pendidikan yang berpihak pada murid.

 

Pengertian Coaching Menurut Para Ahli

Pengertian coaching menurut para ahli adalah:

1.      Sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999).

2.      Kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya (Whitmore, 2003).

3.      “…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.” (International Coach Federation-ICF).

 

Coaching dalam Konteks Pendidikan

Coaching menjadi salah satu proses ‘menuntun’ belajar murid untuk mencapai kekuatan kodratnya. Sebagai seorang ‘pamong’. Guru dapat memberikan ‘tuntunan’ melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif dan efektif agar kekuatan kodrat anak terpancar dari dirinya. Pentingnya proses coaching adalah merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak murid, pertanyaan-pertanyaan reflektif dapat membuat murid melakukan metakognisi, dan pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga membuat murid lebih berpikir secara kritis dan mendalam sehingga murid dapat menunjukkan potensinya.

Coaching memiliki peran yang sangat penting karena dapat digunakan untuk menggali potensi murid sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang disepakati bersama. Jika proses coaching berhasil dengan baik, masalah-masalah pembelajaran atau masalah eksternal yang mengganggu proses pembelajaran dan dapat menurunkan potensi murid akan dapat diatasi. Mengingat pentingnya proses coaching ini sebagai alat untuk memaksimalkan potensi murid, guru hendaknya memiliki keterampilan coaching. International Coach Federation (ICF) memberikan acuan mengenai empat kelompok kompetensi dasar bagi seorang coach yaitu: keterampilan membangun dasar proses coaching, keterampilan membangun hubungan baik, keterampilan berkomunikasi, dan keterampilan memfasilitasi pembelajaran

 

ARTI: Paradigma Pendampingan Coaching Sistem Among

Menilik kembali pada filosofi Ki Hajar Dewantara dimana pendidik diharapkan berperan sebagai Penuntun bagi anak-anak didiknya, maka kita bersama perlu memahami proses pendekatan komunikasi Coaching ini agar selaras dengan proses among yang kita hidupi dalam keseharian sebagai pendidik.

Pendampingan yang kita lakukan bagi anak-anak didik kita, seyogyanya memberikan arti   dalam proses tumbuh kembang sehingga para coachee mengalami proses yang
bermakna dari setiap langkah TIRTA yang dijalani dan potensi mereka tergali optimal.  

ARTI itu adalah Apresiasi, dalam proses coaching, seorang coach memposisikan coachee sebagai mitra dan menghormati setiap apa yang dikomunikasikan, memberikan tanggapan positif dari apa yang disampaikan. Apresiasi merupakan nilai yang terkandung dalam komunikasi
yang memberdayakan.

Rencana, setiap proses pendidikan yang kita rancang pastilah bertujuan untuk mencapai
sesuatu, begitu pula dengan Coaching. Proses coaching dilakukan sebagai pendampingan bagi coachee dalam menemukan solusi dan menggali potensi yang ada dalam diri, yang kemudian dituangkan dalam sebuah tindakan sebagai bentuk tanggung jawab (TIRTA).

Tulus, “Being present in the coaching session”. Pada saat sesi coaching, seorang coach
hendaknya Tulus memberikan waktu dan diri seutuhnya dalam melakukan proses coaching. Dengan sebuah niat dan kesungguhan ingin membantu coachee dalam pengembangan potensi mereka.

Inkuiri, dalam proses coaching, seorang coach menuntun agar coachee dapat menggali, memetakan situasinya sehingga menghasilkan pemikiran atau ide-ide baru atas situasi yang sedang dihadapi. Proses coaching menekankan pada proses inkuiri yaitu kekuatan pertanyaan atau proses bertanya yang muncul dalam dialog saat coaching. Pertanyaan efektif mengaktifkan kemampuan berpikir reflektif para murid dan keterampilan bertanya mereka dalam pencarian makna dan jawaban atas situasi atau fenomena yang mereka hadapi dan jalani.

 

Perbedaan antara Coaching, Konseling, dan Mentoring dalam Konteks Pendidikan


Secara umum komunikasi dapat diartikan sebagai proses meneruskan informasi atau pesan dari satu pihak kepihak yang lain dengan menggunakan media kata, tulisan ataupun tanda peraga. Empat unsur utama yang mendasari prinsip komunikasi yang memberdayakan: (1) Hubungan saling mempercayai; (2) Menggunakan data yang benar; (3) Bertujuan menuntun para pihak untuk optimalisasi potensi; dan (4) Rencana tindak lanjut atau aksi

Empat aspek berkomunikasi yang perlu kita pahami dan kita latih untuk mendukung praktik Coaching kita adalah:

1.      Komunikasi Asertif

Berkomunikasi secara asertif akan membangun kualitas hubungan kita dengan orang lain menjadi lebih positif karena ada pencapaian bersama dan kesepakatan dalam pemahaman dari kedua belah pihak. Beberapa tips singkat yang dapat seorang coach lakukan: menyamakan kata kunci, menyamakan bahasa tubuh dan menyelaraskan emosi.

2.      Pendengar Aktif

Seorang coach yang baik akan mendengar lebih banyak dan kurang berbicara. Dalam sesi coaching kita perlu fokus bahwa pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni murid kita. Beberapa teknik mendengarkan aktif, sehingga kita mampu menangkap pesan-pesan yang disampaikan:

·         Memberikan perhatian penuh pada lawan bicara kita dalam menyampaikan pesan.

·         Tunjukkan bahwa kita mendengarkan.

·         Menanggapi perasaan dengan tepat.

·         Parafrase

·         Bertanya

3.      Bertanya Efektif

‘Bertanya’ pada coaching merupakan kemampuan bertanya dengan tujuan tertentu. Bukan sekedar jawaban singkat yang diharapkan, namun pertanyaan yang diberikan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan potensi diri.

4.      Umpan Balik Positif

Umpan balik dalam coaching bertujuan untuk membangun potensi yang ada pada coachee dan menginspirasi mereka untuk berkarya. Coachee memaknai umpan balik yang disampaikan sebagai refleksi dan pengembangan diri.

 

TIRTA

TIRTA adalah satu model coaching untuk konteks pendidikan. TIRTA dikembangkan dari satu model coaching yang dikenal sangat luas dan telah diaplikasikan, yaitu GROW model. Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan praktik coaching di komunitas sekolah dengan mudah.

TIRTA kepanjangan adalah T: Tujuan I: Identifikasi R: Rencana aksi TA: Tanggung jawab. Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Anda, sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan.

 

Keterkaitan Antarmateri - Coaching

Materi pada modul ini berkaitan erat dengan materi-materi pada modul sebelumnya, yaitu:

1.      Modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi

Pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid (Tomlinson 2000). Sebelum merancang pembelajaran berdiferensiasi, terlebih dahulu kita dapat memetakan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek, yaitu aspek kesiapan, minat dan profil murid. Ketiga aspek tersebut dapat ditelusuri dari murid salah satunya melalui proses coaching.

Pembelajaran berdiferensiasi bertujuan untuk mengoptimalkan pembelajaran dan tentunya hasil dari pembelajaran murid diperlukan pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan belajar murid. Pembelajaran berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar murid dan membantu mencapai hasil belajar yang optimal karena Pembelajaran berdiferensiasi berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan guru merespon kebutuhan belajar murid tersebut.

2.      Modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional

Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan untuk 1) memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi; 2) menetapkan dan mencapai tujuan positif; 3) merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain; 4) membangun dan mempertahankan hubungan yang positif; serta 5) membuat keputusan yang bertanggung jawab. Dalam membimbing murid membuat keputusan yang bertanggung jawab salah satunya dapat dilakukan dengan proses coaching. 

Pembelajaran Sosial-Emosional berbasis kesadaran penuh untuk mewujudkan kesejahteraan (well-being). Kompetensi Sosial Emosional tersebut yaitu kesadaran diri (pengenalan emosi), pengelolaan diri (pengenalan emosi dan fokus), kesadaran diri (empati), keterampilan sosial (resiliensi) dan pengambilan keputusan yang bertanggungjawab.

Semoga bermanfaat dan berkah. Amin amin ya rabbal alamin

 

Komentar