SERIAL XXVII SIRAH UNTUK REMAJA
27. PERANG BADAR
Oleh: Irsyad Syafar
Setelah mendapat izin berperang dari Allah Swt. dalam membela diri dari penindasan dan kezhaliman Quraisy, Rasulullah Saw. menyempurnakan posisi dan kekuatan kaum muslimin di Madinah dengan menjalin kerjasama dan perdamaiaan dengan kabilah-kabilah di sekitar Madinah. Terutama kabilah yang berada di dekat jalur perdagangan menuju Syam atau menuju Makkah. Kesepakatan damai ini adalah demi fokusnya perhatian kepada ancaman-ancaman Quraisy.
Setelah itu Rasulullah Saw. juga memperkuat posisi muslimin Madinah dengan berulang kali mengirim pleton tempur ke jalur perjalanan di sekitar Madinah. Mereka adalah pasukan bersenjata dengan kekuatan personil antara 20 sampai 300 orang. Pasukan-pasukan tempur ini rutin berkeliling dan melakukan razia di jalur Makkah menuju Syam di dekat kota Madinah. Pasukan seperti ini berfungsi untuk memberikan rasa gentar kepada Quraisy dan juga kabilah-kabilah sekitar Madinah. Sehingga mereka akan berpikir sekian kali kalau akan menyusup atau menyerang Madinah.
Suasana seperti ini berlangsung dalam rentang waktu hampir dua tahun. Selama masa itu Rasulullah Saw. sudah mengirim pasukan kecilnya ke beberapa titik di luar kota Madinah. Ada pasukan berkekuatan 300 orang dikirim ke Saif Al Bahar, di bawah komando Hamzah bin Abdul Muththalib. Ke daerah Rabigh sebanyak 60 orang pasukan dipimpin oleh Ubaidah bin Al Harits. Ke daerah Al Kharar sebanyak 20 orang dipimpin oleh Sa’ad bin Abi Waqqash. Dan ke daerah Abwa’ sebanyak 70 orang yang dipimpin langsung oleh Rasulullah Saw.
*Penyebab perang Badar*
Pada bulan Ramadhan tahun ke 2 Hijriyah Rasulullah Saw. bersama sejumlah pasukan kaum muslimin bergerak keluar Madinah dalam rangka menghadang kafilah dagang Quraisy yang datang ke Syam hendak balik ke Makkah. Penghadangan ini Rasulullah Saw. lakukan sebagai balasan atas kezhaliman kafir Quraisy yang telah merampas seluruh harta-benda mereka yang ditinggal di Makkah karena hijrah. Beliau mengajak sebagian kaum Muhajirin untuk melakukan penghadangan ini.
Kafilah dagang Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan ini membawa harta dagangan Quraisy yang lumayan banyak. Ada sekitar 1000 ekor unta dan harta sebanyak 50 ribu dinar emas. Rombongan besar ini hanya dikawal oleh 40 orang saja. Namun Abu Sufyan yang memimpin kafilah ini telah waspada lebih dahulu. Jauh sebelum memasuki jalur yang mendekati Madinah ia telah mengirim mata-mata untuk mengintai apakah jalur perjalanan mereka aman. Begitu diketahui bahwa ternyata pasukan Rasululllah Saw. akan menghadang mereka, Abu Sufyan segera mengirim orang ke Makkah untuk meminta bantuan Quraisy.
Utusan Abu Sufyan yang bernama Dhamdham memacu kudanya menuju Makkah. Setibanya di Makkah ia berteriak-teriak meminta bantuan sembari memberitahukan harta benda kaum Quraisy yang terancam dirampas oleh kaum Muslimin. Mendengar teriakan ini, sontak seluruh kaum Quraisy keluar dengan membawa senjata, siap berhadapan dengan kaum Muslimin demi menyelamatkan kafilah dagang mereka. Dan tentunya sekaligus untuk memusnahkan kaum Muslimin yang mereka nilai sebagai ancaman bagi jalur bisnis mereka. Tidak ada seorang pun pembesar Quraisy yang absen dari pertempuran ini kecuali Abu Lahab. Dia menyuruh al-Ash bin Hisyam menggantikannya. Dalam waktu yang sangat cepat pasukan Quraisy telah mencapai seribu orang, dan langsung berangkat menuju kota Madinah.
Sementara itu Abu Sufyan tidak berpangku tangan menunggu kedatangan bala bantuan. Setelah mendapatkan kepastian posisi kaum Muslimin, dia memutar kafilahnya ke arah jalur tepi pantai, mengambil jalan lain agar terhindar dari sergapan kaum Muslimin. Strateginya ini ternyata berhasil. Sehingga Abu Sufyan mengirim utusan lagi ke pasukan kaum Quraisy yang masih berada di Juhfah menuju Madinah, guna membatalkan pertolongan karena mereka sudah lolos dari sergapan pasukan kaum muslimin.
Akan tetapi Abu Jahal yang memimpin pasukan kafir Quraisy tidak peduli dengan seruan Abu Sufyan. Dengan angkuh dan pongah Abu Jahl berkata kepada pasukannya : “Demi Allah, kita tidak akan kembali ke Makkah sebelum sampai ke Badar. Kita akan tinggal di sana selama tiga hari untuk memotong hewan, makan besar dan minum tuak, sambil menikmati nyanyian para biduwanita. Orang-orang Arab akan mendengar pasukan besar kita ini, sehingga mereka akan tetap segan dan gentar kepada kita selama-lamanya.” (Ar Rahiqul Makhtum: 207).
*Dua pasukan berhadap-hadapan di Badar*
Dengan lolosnya kafilah Abu Sufyan, pasukan Rasulullah Saw. kehilangan target yang empuk lagi ringan. Sebaliknya malah musuh dengan kekuatan besar dan lengkap segera menghadang mereka. Yaitu pasukan Quraisy dengan personil 1000 orang dan bersenjata lengkap. Sebuah pertempuran yang tidak disangka sebelumnya segera akan terjadi. Suasana kejiwaan kaum muslimin waktu itu digambarkan Allah dalam firmanNya:
كَمَا أَخْرَجَكَ رَبُّكَ مِنْ بَيْتِكَ بِالْحَقِّ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ لَكَارِهُونَ ﴿5﴾ يُجَادِلُونَكَ فِي الْحَقِّ بَعْدَمَا تَبَيَّنَ كَأَنَّمَا يُسَاقُونَ إِلَى الْمَوْتِ وَهُمْ يَنْظُرُونَ ﴿6﴾. (الأنفال: 5-6).
Artinya: “Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya. Mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata (bahwa mereka pasti menang), seolah-olah mereka dihalau menuju kematian, sedang mereka melihat (sebab-sebab kematian itu).” (QS Al Anfal :5-6).
Maka Rasulullah Saw. tidak ada pilihan kecuali mengajak para sahabatnya untuk bermusyawarah. Beliau meminta pendapat seluruh pasukan. Terutama para pemukanya dari Muhajirin dan dari Anshar. Para pimpinan Muhajirin semuanya sepakat untuk bertarung menghadapi pasukan kafir Quraisy. Abu Bakar shiddiq, Umar bin Khattab dan Miqdad dengan penuh semangat menyambut ajakan Rasulullah Saw. untuk berperang. Namun Rasulullah Saw. masih meminta pendapat kaum Anshar.
Pimpinan kaum Anshar, Sa’ad bin Mu’adz akhirnya angkat bicara: “Kami benar-benar telah beriman kepadamu dan membenarkanmu serta bersaksi bahwa engkau membawa kebenaran. Kami telah berikan sumpah dan janji setia kami untuk mendengar dan patuh. Maka laksanakanlah apa yang engkau inginkan, dan kami akan bersamamu. Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan kebenaran! Seandainya saja di hadapan kami terdapat lautan, niscaya kami akan menyelaminya bersamamu. Tak seorang pun dari kami yang akan mundur. Kami tidak gentar untuk bertemu musuh esok hari. Kami adalah kaum yang sabar dalam berperang dan teguh ketika bertemu musuh. Semoga Allah memperlihatkan kepadamu dari kami apa yang dapat menyenangkan hatimu. Maka berangkatlah dengan penuh keberkahan dari Allah!” (Ar Rahiqul Makhtum: 209).
Rasulullah Saw. sangat berbahagia seluruh pasukannya kompak dan solid untuk berperang menghadapi pasukan Quraisy. Dengan kekuatan hanya 314 orang mereka bergerak menuju Badar. Di sanalah dua pasukan saling berhadap-hadapan. Pasukan Rasullah Saw. lebih dahulu sampai di Badar. Atas saran dari Hubab bin Mundzir yang memiliki banyak pengalaman berperang, mereka mengambil posisi di dekat mata air Badar. Lalu mereka menimbun semua mata air di sekitar Badar. Sehingga pasukan Muslimin memiliki persediaan air yang banyak, dan pasukan Quraisy tidak mendapatkan air sama sekali.
Ketika dua pasukan sudah saling berhadap-hadapan dan siap untuk bertempur, Rasulullah Saw. mengangkat tangannya tinggi ke langit, berdoa memohon pertolongan kepada Allah. Ia bersabda: “Ya Allah, ini orang-orang Quraisy telah datang dengan kesombongannya. Mereka ingin mendustakan RasulMu. Ya Allah, aku bermunajat memohon janjiMu. Ya Allah, tunaikanlah apa yang telah menjadi ketetapanMu. Ya Allah, berikanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, jika kelompok yang kecil ini binasa sekarang, maka Engkau tidak akan disembah di muka bumi ini.” (HR Ahmad).
Perang ini dimulai dengan adu tanding satu lawan satu. Ada 3 orang pembesar Quraisy maju ke tengah medan perang menantang kaum muslimin. Yaitu Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah dan Walid bin Utbah. Awalnya 3 orang dari Anshar langsung keluar menyambut tantangan tersebut. Namun Quraisy tidak menginginkan mereka. Quraisy menginginkan kaum Muhajirin yang menjadi lawan tanding mereka. Maka Rasulullah Saw. memerintahkan 3 orang dari Muhajirin untuk bangkit menghadapi tantangan Quraisy tesebut. Mereka adalah Hamzah bin Abdul Muththalib, Ali bin Abi Thalib dan Ubaidah bin Al Harits.
Dengan sangat cepat tiga jagoan pasukan muslim dapat mengalahkan tiga pembesar Quraisy. Hamzah berhasil membunuh Syibah dan Ali membunuh Walid. Sedangkan Hudzaifah sempat terluka ketika menghadapi Utbah. Dan kemudian Hamzah bersama Ali dapat membunuh Utbah bin Rabi’ah. Begitu perang tanding ini selesai, maka perang besar dua pasukan langsung berkecamuk. Walaupun dari segi jumlah pasukan dan persenjataan kekuatan dua pasukan tidaklah imbang, namun kaum muslimin bertarung dengan penuh heroik.
Rasulullah Saw. turun di tengah-tengah pasukannya untuk mengobarkan semangat mereka, sekaligus untuk memimpin sendiri peperangan tersebut. Mulailah hunusan pedang umat Islam menebas satu persatu kepala orang-orang kafir yang selama ini melakukan pembangkangan penuh kesombongan. Ali bin Abi Thalib berkata, ”Ketika keadaan semakin genting dan pandangan mata memerah, maka kami pun berlindung di dekat Rasulullah Saw. Tak seorang pun yang berani lebih dekat dengan musuh selain dirinya. Aku melihat sendiri ketika perang Badar kami berlindung di dekat Rasulullah Saw. dan ketika itu Beliau adalah orang yang paling dekat dengan musuh di antara kami.”
Dalam kecamuknya perang ini, Allah Swt. mengabulkan do’a Rasulullah Saw. Allah mengirimkan seribu malaikat di bawah pimpinan Malaikat Jibril, ikut bertempur bersama pasukan kaum Muslimin. Allah Swt. berfirman:
إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّى مُمِدُّكُم بِأَلْفٍ مِّنَ الْمَلٰٓئِكَةِ مُرْدِفِينَ وَمَا جَعَلَهُ اللَّهُ إِلَّا بُشْرَىٰ وَلِتَطْمَئِنَّ بِهِۦ قُلُوبُكُمْ ۚ وَمَا النَّصْرُ إِلَّا مِنْ عِندِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ. (الأنفال: 9-10).
Artinya: ”Ingatlah ketika kalian ber-istighatsah (meminta pertolongan) kepada Tuhan kalian. Maka Ia pun mengabulkannya bagi kalian. Sesungguhnya Aku benar-benar membantu kalian dengan seribu malaikat yang berada di belakang. Dan Allah tidaklah menjadikan hal tersebut kecuali sebagai sebuah kabar gembira dan agar hati-hati kalian bisa tenang dengannya. Dan tidaklah kemenangan itu kecuali hanya datang dari Allah . sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al Anfal: 9-10).
Kemudian Rasulullah Saw. berkata, ”Bergembiralah wahai Abu Bakar, pasukan itu akan dilumatkan dan lari ke belakang. Bergembiralah karena pertolongan Allah Swt. telah datang. Ini Jibril memegang kendali kuda dan menungganginya. Pada giginya terdapat debu.” Sehingga pasukan kaum Muslimin bertempur penuh percaya diri. Mereka saksikan kepala-kepala kafir Quraisy berjatuhan sebelum sempat mereka tebas dengan pedang. Ada juga yang tangan atau kakinya putus, tidak diketahui siapa yang menebasnya. (Ar Rahiqul Makhtum: 218).
*Hasil akhir perang Badar*
Hari itu juga pasukan Quraisy mengalami kekalahan telak. Barisan mereka porak poranda dan mereka lari kocar-kacir setelah banyak pasukannya yang tewas. Bahkan pentolan-pentolan kafir Quraisy telah berjatuhan. Tercatat yang tewas adalah Abu Jahal, Utbah bin dan Syaibah bin Rabi’ah, Umayyah bin Khalaf dan petinggi lainnya. Total semuanya sebanyak 70 orang tewas dan 70 orang tertawan. Sedangkan pasukan Rasulullah Saw terdapat 14 orang yang mati syahid.
Setelah pasukan kafir Quraisy lari tunggang langgang meninggalkan medan pertempuran di Badar, Rasulullah Saw. berdiri di depan jasad-jasad pasukan Quraisy yang telah tewas. Beliau bersabda: “Kalian seburuk-buruk keluarga terhadap Nabi kalian. Kalian dustai aku ketika orang lain membenarkanku. Kalian hinakan aku ketika orang lain menolongku. Kalian usir aku ketika orang lain melindungiku.” Kemudian jasad-jasad kafir Quraisy itu dibuang ke sebuah lobang besar di Badar. (Ar Rahiqul Makhtum: 224-225).
Kota Makkah menyambut berita kekalahan ini dengan penuh duka dan marah. Abu Lahab yang tidak ikut berangkat perang ke Badar, awalnya tidak percaya bahwa semua ini akan terjadi. Ia sangat terpukul dengan kekalahan besar ini. Yang kemudian ia jatuh sakit dan mati dalam keadaan buruk. Berhari-hari mayatnya tidak ada yang mengurusi hingga mengeluarkan bau yang sangat busuk. Akhirnya orang-orang mendorong bangkainya dengan kayu ke sebuah lobang di Makkah.
Sedangkan Shafwan bin Umayyah terduduk di sudut Ka’bah di dekat Hijir Ismail setelah mendapatkan kabar kekalahan Quraisy. Ia sangat berduka dan menyesali kamatian ayahnya Umayyah bin Khalaf dalam pertempuran di Badar. Begitu juga Hindun istri Abu Sufyan. Ia sangat bersedih dan kesal. Tiga orang keluarganya tewas dalam adu tanding sebelum perang berkecamuk. Ayahnya Utbah, pamannya Syaibah dan saudara kandungnya Walid, semuanya tidak ada yang kembali ke Makkah. Semuanya tewas di tangan Hamzah dan Ali ra.
Sebaliknya, kota Madinah menyambut berita kemenangan ini dengan penuh sukacita. Apalagi peperangan besar ini dihadapi dengan persiapan dan pasukan yang sangat minim. Rasulullah Saw. mengirim Abdullah bin Rawahah lebih dahulu berangkat ke Madinah untuk menyampaikan berita gembira ini. Sedangkan Zaid bin Haritsah Beliau utus ke kawasan pinggiran Madinah untuk menyampaikan berita yang sama. Rasulullah Saw. bersama pasukannya menetap di Badar selama tiga hari, baru kemudian pulang ke Madinah.
Dengan hasil perang Badar ini, kaum muslimin di Madinah semakin kuat sehingga bangsa Arab memperhitungkannya. Sedangkan Quraisy tergoncang kedudukannya di mata orang Arab. Dan penduduk Makkah mengalami kegalauan di hadapan tamparan yang tak diduga tersebut. kemenangan ini juga menyebabkan banyak kabilah yang tinggal di sepanjang jalur Makkah dan Syam membuat perjanjian kesepakatan dengan kaum muslimin. Dengan demikian kaum muslimin sudah berhasil secara meyakinkan menguasai jalur tersebut.
Berambung…
Komentar
Posting Komentar