SERIAL XXVI SIRAH NABI UNTUK REMAJA

SERIAL XXVI SIRAH NABI UNTUK REMAJA
26. ANCAMAN QURAISY DAN IZIN BERPERANG

Oleh: Irsyad Syafar

1. Ancaman dari Quraisy

Kaum kafir Quraisy tidak senang dengan keberhasilan hijrah Rasulullah Saw. dan para sahabatnya ke Madinah. Bertahun-tahun mereka telah menekan, mengintimidasi dan bahkan melakukan penindasan terhadap Beliau dan kaum Muslimin selama di Makkah. Tujuannya adalah satu, mengakhiri adanya agama baru ini dan terus menjaga agama berhala bangsa Arab yang berpusat di kota Makkah. Namun nyatanya sekarang kaum muslimin berhasil hijrah ke Madinah, dan bahkan mendapat tambahan pengikut baru dari Madinah.

Bagi Quraisy ini merupakan sebuah kekalahan telak sekaligus ancaman serius bagi posisi mereka di jazirah Arab. Kebencian dan kemurkaan mereka terhadap kaum muslimin semakin bertambah. Sebagaimana yang mereka perbuat saat hijrah sebagian kaum muslimin ke Habasyah, maka mereka juga melakukan komunikasi rahasia dengan tokoh-tokoh penting di Madinah. Komunikasi ini tujuannya untuk membuat kaum muslimin tidak mendapatkan kenyamanan di Madinah. Lalu mereka kembali lagi ke Makkah.

Maka Quraisy mengirim surat kepada petinggi musyrikin Madinah yaitunya Abdullah bin Ubay bin Salul. Sebagaimana kita ketahui, sebelum kedatangan Rasulullah Saw. dan kaum muhajirin, Abdullah bin Ubay adalah orang yang paling dihormati dan dianggap sebagai pemimpin di Madinah. Di dalam suratnya Quraisy menegaskan kepada Abdullah bin Ubay: “Kalian telah menampung sebagian saudara kami di tempat kalian. Sungguh, kalian harus memerangi mereka dan mengusir mereka dari Madinah. Kalau tidak, maka kami akan datang dengan jumlah sangat besar untuk memerangi dan menghabisi kalian. Lalu kaum perempuan kalian akan menjadi budak-budak kami.” (Rahiqul Makhtum: 194).

Mendapatkan surat ancaman keras dari Quraisy, Abdullah bin Ubay langsung bertindak. Ia persiapkan pasukan dari para pendukung setianya untuk memerangi Rasulullah Saw. dan kaum muslimin. Maka berpukumpullah kaum musyrikin Madinah untuk berperang. Namun Rasulullah Saw. segera mengetahui rencana tersebut. Rasulullah Saw. segera menemui mereka dan menyatakan: “Quraisy telah mengancam kalian dan ingin memperdaya kalian. Lalu kalian sendiri yang akan membuat diri kalian terpedaya. Apakah kalian akan rela untuk memerangi anak-anak dan saudara-saudara kalian sendiri?” Mendengar ucapan Rasulullah Saw. ini, akhirnya mereka bubar dan tidak jadi memerangi kaum muslimin.

Abdullah bin Ubay mengurungkan niatnya untuk memerangi kaum muslimin. Akan tetapi ia selalu bersekongkol dengan Quraisy untuk mengganggu dakwah Rasulullah Saw. Bahkan ia juga bekerjasama dengan kaum Yahudi Madinah yang juga tidak senang dengan Rasulullah Saw. Komunikasi segitiga ini selalu dilakukan oleh Abdullah bin Ubay sampai ia mati. Di tengah kaum muslimin ia tampil sebagai seorang muslim. Di belakang ia melakukan hubungan rahasia dengan Quraisy dan Yahudi. Karena itulah ia merupakan gembong kaum munafiqin.

Quraisy tidak tinggal diam dengan perkembangan yang ada. Walaupun Abdullah bin Ubay belum melakukan perlawanan terhadap Rasulullah Saw. dan kaum muslimin, mereka segera mengambil sikap. Quraisy menyatakan Masjidil Haram dan kota Makkah terlarang bagi penduduk Madinah. Kemudian mereka mengirimkan surat ancaman kepada Rasulullah Saw.: “Jangan kalian merasa bangga dan aman telah lolos dari kami. Kami akan mendatangi kalian dan akan menghabisi kalian di dalam rumah kalian sendiri.” (Kitab Maghazi dalam Shahih Bukhari: 2/563).

Ancaman ini membuat Rasulullah Saw. selalu waspada. Karena kapan saja Quraisy bisa menyusup ke kota Madinah dan membunuh Rasulullah Saw. Bermalam-malam Beliau tidak tidur dan selalu berjaga-jaga. Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra. ia menceritakan bahwa di malam-malam awal keberadaan Rasulullah Saw. di Madinah, Beliau begadang dan berjaga di malam hari. Lalu Rasulullah Saw. bersabda:

لَيْتَ رَجُلًا صَالِحًا مِنْ أَصْحَابِي يَحْرُسُنِي اللَّيْلَةَ. قَالَتْ فَبَيْنَا نَحْنُ كَذَلِكَ سَمِعْنَا خَشْخَشَةَ سِلَاحٍ فَقَالَ مَنْ هَذَا؟ قَالَ سَعْدُ بْنُ أَبِي وَقَّاصٍ. فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا جَاءَ بِكَ؟ قَالَ وَقَعَ فِي نَفْسِي خَوْفٌ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجِئْتُ أَحْرُسُهُ. (رواه مسلم)

Artinya: “Semoga ada seorang laki-laki yang shalih dari para sahabatku yang akan menjagaku pada malam ini.” Aisyah berkata; "Ketika kami dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba kami mendengar suara senjata. Kemudian Rasulullah Saw. bertanya, “Siapa kamu?” Orang itu menjawab, "Sa'ad bin Abi Waqqash." Rasulullah Saw. bertanya lagi, "Mengapa kamu datang kemari wahai Sa'ad?" Sa'ad bin Abi Waqqash menjawab; "Di dalam perasaan saya ada kekhawatiran terhadap diri Rasulullah Saw. OIeh karena itu, saya datang ke sini untuk menjaganya." (HR Muslim).

Mendengar penuturan Sa’ad ini Rasulullah Saw. merasa senang dan mendo’akan kebaikan bagi Sa’ad. Lalu Beliaupun dapat tidur dengan pulas. Namun berjaga malam dan suasana waspada ini bukan hanya situasi beberapa malam saja. Melainkan itu suasana yang berlangsung cukup lama. Dan ancaman bukan kepada Rasulullah Saw. saja. Kaum Muhajirin juga dalam suasana waspada. Sebab mereka juga bagian dari sasaran dan target kafir Quraisy. Pengawalan khusus dan penjagaan terhadap Rasulullah Saw. baru berakhir setelah turunnya firman Allah Swt. di dalam surat Al Maidah:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلرَّسُولُ بَلِّغْ مَآ أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ ۖ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُۥ ۚ وَٱللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ ٱلنَّاسِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلْكَٰفِرِينَ. (المائدة: 67).

Artinya: “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS Al Maidah: 67).

2. Allah mengizinkan berperang

Dalam suasana yang penuh ancaman bagi kaum Muslimin ini, Allah Swt. menurunkan ayat yang mengizinkan kaum muslimin untuk berperang. Selama ini ketika mereka di Makkah dalam penindasan dan penyiksaan, mereka belum diizinkan oleh Allah Swt. untuk melawan apalagi berperang. Tentu itu semua merupakan hikmah dari Allah Swt. dan sesuai dengan kondisi dan kemampuan kaum muslimin ketika itu. 

Kalaulah dari awal dakwah Rasulullah Saw. mereka sudah langsung diizinkan melawan dan berperang, tentu mereka tidak akan sanggup dan akan sangat mudah dihabisi. Akibatnya dakwah tidak akan jadi berkembang. Dan di samping itu, justru akan menjadi nilai negatif bagi mereka. Sebab lembaran sejarah akan mencatat mereka sebagai pemberontak dan pembangkang. Bukan sebagai pembawa misi kebenaran.

Sedangkan di Madinah, mereka sudah memiliki jumlah yang memadai dan mendapat dukungan penuh dari kaum Anshar yang memiliki harta dan persenjataan. Disamping itu juga image yang ada kaum Muhajirin adalah orang yang tertindas dan yang dirampas hak-haknya. Bukanlah kaum yang memberontak dan pembangkang. Sehingga ketika mereka mengangkat senjata untuk membela diri dan hak-hak mereka, itu adalah yang wajar.

Maka Allah turunkanlah ayat yang mengizinkan untuk berperang dalam rangka membela diri dari kezhaliman dan agar dapat bebas melaksanakan agama Islam dengan bebas. Allah Swt. berfirman:

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَٰتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا۟ ۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ. (الحج: 39).

Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.” (QS Al Hajj: 39).

Pada ayat berikutnya Allah menjelaskan alasan dan petunjuk dari izin berperang tersebut, yaitu sebagai pembelaan bagi orang-orang yang tertindas dan terusir dari kampung mereka sendiri, hanya karena mereka menyembah Allah Swt. Juga sebagai cara untuk terpeliharanya tempat-tempat ibadah di muka bumi. Allah Swt. berfirman:

ٱلَّذِينَ أُخْرِجُوا۟ مِن دِيَٰرِهِم بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّآ أَن يَقُولُوا۟ رَبُّنَا ٱللَّهُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ ٱللَّهِ ٱلنَّاسَ بَعْضَهُم بِبَعْضٍ لَّهُدِّمَتْ صَوَٰمِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَٰتٌ وَمَسَٰجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا ٱسْمُ ٱللَّهِ كَثِيرًا. (الحج: 40).

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah.” (QS Al Hajj: 40).

Dengan izin berperang ini dari Allah Swt., maka Rasulullah Saw. dan kaum muslimin sudah boleh melakukan perlawanan kepada Quraisy yang terus menindas mereka. Dan juga kepada kaum mana saja yang menggangu kaum muslimin. Dengan situasi ini, kekuatan Rasulullah Saw. akan menjadi ancaman bagi jalur perdagangan Quraisy ke negeri Syam. Sebab, jalur perdagangan mereka dari Makkah ke Syam harus melewati sekitar kota Madinah.

Bersambung…

Komentar