SERIAL XXV SIRAH NABI UNTUK REMAJA

SERIAL XXV SIRAH NABI UNTUK REMAJA
25. MEMULAI PERADABAN BARU

Oleh: Irsyad Syafar

Kaum muslimin sudah berada di negeri yang aman yaitu kota Madinah. Mereka semua berada di bawah satu komando dan kepemimpinan, yaitu Rasulullah Saw. Maka sebagian besar syarat untuk membangun dan memulai sebuah peradaban baru sudah terpenuhi. Rasulullah Saw. sudah dapat menata dan meletakkan pondasi sebuah peradaban baru. Ada 3 pilar utama berdirinya peradaban Madinah ketika itu:

*1. Mendirikan Masjid Nabawi*

Langkah pertama yang dilakukan Rasulullah Saw. di Madinah adalah membangun Masjid. Lokasinya adalah di tempat menderumnya unta Beliau ketika baru saja sampai di Madinah. Tanah tersebut adalah milik dua orang anak yatim. Keduanya berkenan menghibahkan saja tanah mereka untuk pembangunan masjid. Namun Rasulullah Saw. tidak bersedia, Beliau tetap membeli tanah tersebut senilai 10 dinar emas.

Dilokasi tanah tersebut juga terdapat bekas kuburan kaum musyrikin, sisa bangunan lama yang sudah rusak dan beberapa pohon korma. Adapun bekas kuburan kaum musyrikin diperintahkan Rasulullah Saw. untuk dibongkar dan dipindahkan. Sedangkan bangunan lama yang sudah rusak, diratakan dengan tanah. Dan ada beberapa pohon yang ditebang, lalu ke arah kiblat ditanam pohon kurma secara rapi dan lurus.

Rasulullah Saw. turun tangan langsung membangun masjid ini bersama para sahabat Muhajirin dan Anshar. Beliau ikut mengangkat bebatuan dan tanah liat untuk membangun dinding Masjid. Sambil bekerja Beliau bersabda, “Ya Allah, tiada kehidupan melainkan kehidupan akhirat. Maka ampunilah bagi kaum Anshar dan Muhajirin.” Sehingga para sahabat bekerja dengan penuh semangat.

Masjid Nabawi ini kiblatnya dibuat ke arah Masjidil Aqsa. Karena waktu itu arah kiblat kaum muslimin masih ke sana. Dan belum turun perintah menghadap kiblat ke Ka’bah di Makkah. Bagian pintu masuk ke masjid dibangun dinding dari batu. Totalnya ada sebanyak 3 pintu. Lalu atapnya dari daun kurma. Sedangkan tiang-tiangnya dibuat dari batang kurma. Lantai masjid diratakan dengan pasir dan kerikil. Masjid Nabawi dibangun dengan ukuran panjang 100 hasta dan lebar yang hampir sama.

Di sisi samping masjid, dibangun juga rumah untuk Rasulullah Saw. Terdiri dari beberapa rumah (lebih layak dikatakan beberapa kamar) untuk tempat tinggal Rasulullah Saw. dan istri-istrinya. Saat itu istri Rasulullah Saw. adalah Saudah dan ‘Aisyah. Dinding rumahnya dibangun dari batu dan atapnya juga dari daun korma. Setelah bangunan ini selesai semuanya, maka Rasulullah Saw pindah dari rumah Abu Ayyub ra.

Dengan menjadikan masjid sebagai awal pembangunan peradaban baru, menunjukkan betapa urgennya sebuah masjid bagi masyarakat muslim. Ketika di Makkah kaum muslimin tidak bisa melaksanakan shalat berjamaah, maka dengan adanya masjid, mereka telah dapat bersatu dan bersama dalam melaksanakan shalat 5 waktu. Namun, masjid tidak saja berfungsi sebagai tempat pelaksanaan shalat-shalat wajib dan ibadah sunat lainnya. Akan tetapi di masjid Rasulullah Saw. juga membimbing para sahabat dalam memahami dan mengamalkan Islam. 

Di samping itu masjid digunakan juga sebagai tempat pertemuan, majelis permusyawaratan, mahkamah peradilan pertikaian antara sesama kaum muslimin, dan bahkan tempat menerima dan menyambut utusan yang datang. Juga ada puluhan orang miskin yang masih bujangan yang datang ke Madinah, tetapi mereka tidak memiliki harta dan keluarga. Mereka semua menetap di Masjid Nabawi. Mereka ini dikenal dengan sebutan ahlu Ash Shuffah. 

Dengan demikian Masjid Nabawi telah menjadi pusat pemerintahan resmi Rasulullah Saw. yang memiliki berbagai fungsi krusial: Ibadah, sosial, pendidikan, peradilan, pengendalian negara, kerjasama regional sampai kepada urusan perang dan damai.


*2. Mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar*

Langkah kedua yang dilakukan Rasulullah Saw. adalah mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar. Ini merupakan sebuah langkah strategis dan sangat bersejarah yang dilakukan Beliau. Peristiwa ini berlangsung di rumah Anas bin Malik ra. Orang-orang yang dipersaudarakan ini jumlahnya ada sebanyak 90 orang. Separuhnya dari kaum Muhajirin dan separuh lagi dari kaum Anshar.

Maka Rasulullah Saw. mempersaudarakan antara Ja’far bin Abdul Muththalib dengan Muadz bin Jabal. Abu Bakar bersaudara dengan Kharijah bin Zuhair. Umar bin Khattab dipersaudarakan dengan ‘Utban bin Malik. Hamzah bersaudara dengan Zaid bin Haritsah. Dan Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Ar Rabi’. (Sirah Ibnu Hisyam: 1/504)

Persaudaraan ini maksudnya bukan pertemanan atau kedekatan semata. Melainkan persaudaraan yang mirip dengan tali persaudaraan sedarah. Sehingga satu sama lain punya ikatan yang sangat kuat bagaikan saudara kandung. Dan apabila salah satunya ada yang meninggal dunia, maka yang saudara baru ini akan mendapatkan hak waris sebagaimana saudara kandung almarhum. Ini berlaku sampai selesai perang Badar, ketika turunnya ayat yang menghapuskannya.

Dengan adanya persaudaraan ini secara otomatis akan hilang fanatisme jahiliyah. Yang tersisa adalah persaudaraan Islam (Ukhuwwah Islamiyah). Konsekwensi dari persaudaraan ini adalah saling berbagi dan menolong. Seorang muslim Anshar membagi dua hartanya untuk diserahkan kepada saudaranya yang sudah ditetapkan oleh Rasulullah Saw. Ada yang membagi dua kebunnya, rumahnya dan harta yang lainnya.

Ada yang sangat unik dan langka terjadi antara dua sahabat yang mulia, Abdurrahman bin Auf yang dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Ar Rabi’. Setelah dipersaudarakan dengan Abdurrahman, Sa’ad berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang yang paling kaya dikalangan Anshar. Ambillah separuh hartaku itu. Dan aku memiliki dua orang istri. Maka lihatlah, mana yang akan engkau pilih. Aku akan ceraikan dia, lalu bila masa iddahnya habis, kawinilah dia.”

Mendengar tawaran yang luar biasa itu, Abdurrahman bin Auf menjawab, “Semoga Allah memberkahi keluargamu dan hartamu. Tunjukkan saja saya dimana pasar kalian.” Maka kemudian Abdurrahman ditunjukkan pasar Bani Qainuqa. Tidak berapa lama kemudian Abdurrahman sudah eksis berdagang di sana dan mendapatkan laba yang lumayan. Dan tak lama kemudian iapun sudah mampu menikah. (Dari Hadits riwat Bukhari, 1/553).

Sungguh sebuah persaudaraan yang agung telah mereka perlihatkan. Persaudaraan yang penuh iman, taqwa, kepedulian dan itsar (mendahulukan orang lain). Jauh dari hawa nafsu dan nilai-nilai duniawi semata. Sehingga masyarakat yang bersaudara dengan kuat seperti ini akan menjadi solid dan kokoh. Tidak mudah dipecah-belah atau di adu domba.


*3. Membuat regulasi kehidupan bermasyarakat*

Langkah ketiga yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. adalah menata dan mengatur kehidupan penduduk Madinah. Yaitu yang terkait dengan hubungan antar individu yang ada di dalam kota Madinah. Aturan ini disebut dengan beberapa istilah, diantaranya shahifah, atau kitab atau watsiqah. Dan sangat populer dengan sebutan piagam Madinah. Menurut riwayat-riwayat yang kuat, piagam ini pada dasarnya ada dua. Satu piagam yang mengatur hubungan sesama muslim, dan satu lagi mengatur tentang hubungan dengan kaum Yahudi kota Madinah. 

a. Piagam madinah sesama muslim

Piagam ini berisikan aturan kehidupan bersama sesama kaum muslimin. Yang mereka secara kelompok besar terdiri dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Dan kaum Anshar sendiri terdiri dari dua kabilah besar yaitu Aus dan Khazraj. Maka Rasulullah Saw. membuat aturan yang mengikat mereka semua. Sehingga kehidupan kaum muslimin di kota Madinah menjadi teratur dan ada kejelasan antara hak dan kewajiban.

Diantara poin-poin penting dari aturan tersebut adalah:

a) Kaum mukminin yang berasal dari Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang bergabung dan berjuang bersama mereka adalah satu umat, yang lain tidak. 
b) Kaum mukminin yang berasal dari Muhajirin , bani Sa’idah, Bani ‘Auf, Bani al Harits, Bani Jusyam, Bani Najjâr, Bani Amr bin ‘Auf, Bani an Nabit dan al Aus boleh tetap berada dalam kebiasaan mereka yaitu tolong-menolong dalam membayar diat di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan adil di antara mukminin. 
c) Sesungguhnya kaum mukminin tidak boleh membiarkan orang yang menanggung beban berat karena memiliki keluarga besar atau utang diantara mereka. Mereka harus membantunya dengan baik dalam pembayaran tebusan atau diat. 
d) Orang-orang mukmin yang bertaqwa harus menentang orang yang zalim di antara mereka. Kekuatan mereka bersatu dalam menentang yang zhalim, meskipun orang yang zhalim adalah anak dari salah seorang di antara mereka. 
e) Jaminan Allah itu satu. Allah akan memberikan jaminan kepada kaum muslimin yang paling rendah. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu di antara mereka, tidak dengan yang lain. 
f) Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kaum mukminin berhak mendapatkan pertolongan dan santunan selama kaum Yahudi ini tidak menzhalimi kaum muslimin dan tidak bergabung dengan musuh dalam memerangi kaum muslimin


b. Piagam Madinah dengan selain muslim

Piagam kedua ini adalah aturan dan perjanjian kerjasama dan perdamaian yang dibuat oleh Rasulullah Saw. dengan kaum Yahudi kota Madinah. Mereka adalah tetangga terdekat kaum muslimin. Walapun Rasulullah Saw. mengetahui bahwa mereka ini memendam kebencian kepada Beliau dan Islam yang dibawanya, namun Beliau tetap membuat perjanjian yang mengikat kehidupan bersama. Sebab mereka juga tidak berani menampakkan secara nyata kebencian tersebut. Karena memang watak mereka dari dahulu seringkali memakai perilaku berwajah dua, untuk mengokohkan keberadaaan mereka di Madinah.

Rasulullah Saw. menawarkan perdamaian kepada mereka dengan mengakui agama mereka dan kebebasan mereka untuk melaksanakannya dan juga mendapatkan hak-hak mereka. Diantara poin-poin piagam ini adalah:

a) Kaum Yahudi dari Bani ‘Auf adalah satu umat dengan mukminin. Kaum Yahudi berhak atas agama, budak-budak dan jiwa-jiwa mereka. Ketentuan ini juga berlaku bagi kaum Yahudi yang lain yang berasal dari Bani Najjar, Bani Harits, Bani Sa’idah, dan lain. 
b) Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan. 
c) Kaum muslimin dan kaum Yahudi harus saling tolong apabila ada pihak lain yang memerangi mereka yang bersepakat dengan piagam ini.
d) Tidak ada seorang Yahudi pun yang dibenarkan ikut berperang, kecuali dengan izin Rasulullah Saw.
e) Antara sesama mereka harus saling memberi nasehat dalam kebaikan, tidak dalam dosa.
f) Kaum Yahudi berkewajiban menanggung biaya perang mereka dan kaum muslimin juga berkewajiban menanggung biaya perang mereka. 
g) Kota Madinah menjadi kota haram (suci) demi piagam ini.

Dengan adanya piagam perjanjian ini jadilah kota Madinah dengan beberapa penjuru dan kampung-kampungnya bagaikan sebuah negara damai. Kota Madinah sebagai ibukotanya dan Rasulullah Saw. layaknya sebagai seorang kepala negara. Dan kendali mayoritas berada di tangan kaum muslimin.

Bersambung…

Komentar