Oleh:
Ali Usman
Literasi
guru 30 hari menulis buku merupakan cara sekolah menghadirkan semangat menulis
guru yang selaras minat dan pekerjaannya.
Minat atau hobi selalu melekat pada dan dikembangkan oleh seseorang. Karena
itu, ia merupakan sumber inspirasi untuk kegiatan-kegiatan produktif dan
kreatif. Orang melakukannya setiap hari, bukan hanya saat di tempat kerja,
kadang malah dibawa pulang (sebagai pekerjaan rumah). Karena itu, sama dengan
posisi minat atau hobi, pekerjaan orang juga sangat potensial untuk
dikembangkan menjadi tulisan.
Sekolah-sekolah saat ini telah banyak
yang melaksanakan Gerakan Literasi Sekolah (GLS), banyak guru tengah semangat
menulis, baik menulis buku, best
practices, atau artikel. Hingar bingarnya sudah semakin terlihat di
berbagai daerah melalui kegiatan-kegiatan seminar, diklat, atau workshop
menulis Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang diselenggarakan oleh berbagai organisasi
profesi guru.
Menurut
Much. Khoiri, menulis tentang minat
dan pekerjaan, tentu bisa dilakukan. Bahannya sudah tersedia, ya melekat di
dalam minat dan pekerjaan yang orang miliki. Bahkan, bahan itu begitu banyak
dan melimpah, tinggal bagaimana menyikapi dan mengolahnya menjadi tulisan.
Ibaratnya, jika mau memasak sayur sup, seluruh bahan sup sudah tersedia,
tinggal memasaknya.
Jika
bahan sudah melimpah, berarti tinggal teknik menulisnya. Tapi, saya sarankan,
jangan kebanyakan memikirkan untuk belajar teknik menulis. Teknik akan
berkembang dan menyempurna seiring dengan banyaknya latihan menulis. Rahasia
top menulis adalah menulis, menulis, dan terus menulis. Menulis menuntut banyak
latihan menulis sedangkan teori teknik sekadar pelengkap saja.
Buktinya
banyak. Bagi para guru, ada banyak guru yang selain menggeluti tugas utamanya
sebagai guru, mereka juga meniti karir tambahan (avocation) sebagai penulis. Nama-nama seperti Abah Yoyok, Ardi
Susanti, Hernawati Kusumaningrum, Triana Dewi, Icha Hariani Susanti, Darman D.
Hoeri, Baharudin Iskandar, Fahrurraji Asmuni, Fransisca Ambar K. hanyalah
sedikit contoh guru yang juga menekuni bidang menulis.
Dosen dan jurnalis tak perlu saya
sebutkan di sini. Mengapa? Pada prinsipnya mereka memang akrab dengan dunia
akademik dan tulis-menulis. Kalau ada dosen dan jurnalis menulis buku, itu mah
memang wajar dan seharusnya. Malah aneh jika ditemukan bahwa dosen dan jurnalis
tidak menulis itu sama saja telah mengingkari tugasnya sebagai intelektual.
Contoh
nyata lain, ada rohaniawan penulis, seperti Y.B. Mangunwijaya, Buya Hamka,
Moedji Sutrisno, Gus Dur, atau Yusuf Mansur. Karena kekayaan jiwa, kedalaman
rohani, dan kemapanan intelektualitas mereka, masing-masing telah mewariskan
puluhan buku di bidangnya. Bahkan, Buya Hamka menulis lebih dai seratus buku
semasa hidupnya.
Jika
kita ingin tahu tentang hobi
yang jadi tulisan, maka kunjungilah toko buku cukup besar. Anda akan temukan
rak-rak yang memajang buku tentang masak-memasak, budidaya jamur atau ikan
arwana, budidaya bunga, teknik merawat burung, teknik memanfaatkan kain perca,
dan sebagainya. Semua berbicara tentang minat/hobi. Namun, pastilah masih
banyak peluang yang bisa ditulis, karena hobi manusia memang begitu luas dan
beragam. Nah, kini saatnya guru-guru
budiman menunjukkan sebuah aksi nyata: membangun
niat dan komitmen, menemukan potensi yang tersimpan (minat, hobi, dan
pekerjaan), menyiapkan diri dan waktu, serta mulai menulis dan terus menulis sehingga
tulisan yang diinginkan tuntas.
Menurut
Kang Hakim, beliau bisa menyelesaikan penulisan satu buku selama 5-7 hari. Padahal sebelumnya sangat sulit. Lalu apa rahasia beliau bisa menulis? Berikut penjelasannya.
Pertama, keluar
dari kotak
(out of the box). Kita patahkan
mindset yang selama ini mengatakan:
menulis itu susah, kalau sibuk susah untuk menulis. Kita dobrak paradigma ini.
Kapan pun kita harus
tetap menulis.
Kedua, menundukkan waktu.
Ya, waktu harus kita
kalahkan. Kita harus
memperbudak waktu. Orang sibuk dan
nggak sibuk, orang sukses dan gagal, durasi waktunya sama, 24 jam. Masa iya
dalam 24 jam itu tidak bisa menyisihkan waktu minimal 1-2 jam setiap hari untuk
menulis.
Ketiga, nyicil.
Kalau nyicil mobil, rumah, bisa. Kenapa nggak bisa nyicil nulis? Bayangkan,
jika dalam 1 hari bisa menulis 2-3 halaman, kalikan 1 bulan. 3 halaman x 30 hari = 90 halaman
kuarto. Sudah bisa menjadi
satu buku sedang di atas 100 halaman kalau sudah di-layout.
Keempat, menulis
dengan otak kanan. Maksudnya, tidak takut untuk memulai.
Karena rumus dari menulis yang paling mujarab
adalah MULAILAH MENULIS. Apapun itu. Kalau tidak pernah dimulai dan
hanya ditanya terus, kapan mulai menulisnya? Tidak akan pernah ada tulisan itu.
Kelima, jadilah
penulis, jangan jadi editor. Saat menulis, tulis
saja dulu, nanti diedit belakangan setelah selesai menulis. Pengalaman Kang Hakim, kalau lagi menulis
lalu coret lagi, coret lagi, akhirnya membuat gagasan terhambat, sehingga
semakin lambat tulisan itu selesai. Maka,
jadilah penulis, bukan editor.
Keenam, jadikan
fenomena, sumber bacaan, sebagai bahan tulisan. Sejatinya banyak hal yang bisa kita
tulis. Baik berkaitan dengan siswa, fenomena
pendidikan dewasa ini, kondisi perpolitikan, perekonomian, dan lain-lain. Tinggal tangkap
fenomena, kerangkeng ide, buat judul, lalu eksekusi menjadi outline (kerangka).
Ketujuh, tulislah
dari bab atau
bahasan yang termudah. Ini yang Kang
Hakim lakukan setiap menulis. Hal ini membantu kita untuk menuangkan ide menjadi
tulisan yang bagus dan menarik.
Kedelapan, deadline.
Buatlah deadline dari diri sendiri,
kapan saya harus menyelesaikan tulisan/buku saya? Jika ini sudah dilakukan, pastilah komitmen diri untuk
disiplin itu bisa diupayakan. Sehingga sebuah tulisan itu terlahir menjadi
warisan ilmu.
Kesembilan, refresh. Kalau
pikiran mandeg
dan buntu, segarkan sejenak dengan dengar
musik, bermain dengan anak, nonton televisi, atau baca buku
ringan, dan lain-lain, untuk menstimulus ide. Barangkali ini pemaparan singkat.
Jika ingin lebih jelas, bisa dibaca tipsnya di buku Kang Hakim Dahsyat
Writing.
Berdasarkan
rahasia bisa menulis Kang Hakim di atas, dapat disimpulkan bahwa, seorang guru
itu pasti bisa menulis terkait bakat dan hobinya. Laksankanlah kesembilan
rahasia di atas. Insya Allah literasi guru 30 hari menulis buku pasti bisa terwujud, Kang Hakim saja bisa selama 5-7 hari menulis satu buku.
Man jadda wajada.
Padang, 28 Juli 2017
Komentar
Posting Komentar