Oleh : IDRIS APANDI
Sangat luar biasa. Itulah kalimat yang sangat pantas untuk menggambarkan Aksi Bela Islam III tanggal 2 Desember 2016. Jutaan umat Islam dari berbagai daerah datang, tumpah ruah, dan menyemut di Tugu Monas. Warna putih tampak sangat jelas terlihat bak jamaah haji yang sedang melaksanakan wukuf di padang arafah.
Jamaah duduk rapi dalam shafnya. Meraka memanjatkan doa, memekikkan takbir, melantunkan shalawat, dan shalat Jumat. Kekhusyuan tampak terlihat, banyak yang menitikkan air mata mendengarkan para ulama berceramah dan memimpin doa. Orang yang tidak berkesempatan hadir pun banyak yang merasa begitu “emosional” dan terharu melihat pemandangan luar biasa tersebut. Bagaimana tidak? Kekompakan umat Islam sangat terlihat. Acara dilaksanakan dengan tertib. Ada petugas yang mengatur penempatan jamaah, ibu-ibu yang menyiapkan konsumsi, ada “pasukan semut” yang siap memungut sampah, dan anak-anak pun banyak ikut berbaur mengikuti acara tersebut.
Komaruddin Hidayat, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah mengatakan bahwa di dunia ini, baru ada tiga perkumpulan yang melibatkan jutaan manusia. Pertama, pada musim haji, kedua, di tahrir square, pada saat Revolusi Mesir yang menuntut lengsernya Presiden Hosni Mubarak yang telah berkuasa selama 30 tahun, dan ketiga, aksi bela Islam Super Damai III, 2 Desember 2016. Aksi tersebut akan tercatat dalam memori dan sejarah umat Islam di Indonesia.
Aksi Bela Islam III 212 merupakan aksi lanjutan dari aksi 411 yang menuntut penegakkan hukum terhadap Ahok yang dituduh menista QS Al-Maidah ayat 51. Kini Ahok telah menjadi tersangka, dan berkasnya telah dilimpahkan dari Polri ke Kejaksanaan Agung, dan menunggu proses pengadilan.
Aksi Bela Islam III 212 sangat dramatis. Pada awalnya aparat kepolisian melarang massa di daerah untuk pergi ke Jakarta, melarang PO Bus untuk menyewakan armadanya untuk mengangkut massa ke Jakarta, dan diancam mendapatkan sanksi jika masih menyewakan.
Hal tersebut tidak menyurutkan semangat umat Islam yang membulatkan niatnya umat Islam untuk pergi ke Jakarta. Para santri dari Ciamis memilih jalan kaki ke Jakarta. Mereka melakukan hal tersebut karena lillah, untuk membela agamanya. Aksi yang bisa dibilang nekat tersebut mendapatkan sambutan yang sangat luar biasa dari masyarakat. Banyak warga membantu rombongan para mujahid tersebut. Umat Islam dari daerah lain pun datang ke Jakarta dengan menggunakan sarana transportasi pesawat terbang dan kereta api.
Massa yang hadir di Monas sangat di luar digunaan. Diperkiraan mencapai tujuh jutaan. Monas bergemuruh dengan untaian doa, bergetar dengan pekik takbir, dan bergemuruh dengan alunan shalawat. Suasana semakin semarak ketika Presiden Joko Widodo yang pada awalnya disangsikan (walau diharapkan) hadir, ikut ikut melaksanakan shalat Jumat di Monas, lalu menyampaikan pidato singkat yang isinya ucapan terima kasih kepada seluruh peserta aksi doa bersama yang telah mengikuti kegiatan dengan tertib. Joko Widodo pun tidak ketinggalan memekikkan takbir yang diikuti oleh seluruh peserta yang hadir.
Aksi berjalan sangat tertib. Taman tidak ada yang rusak. Kapolri Jenderal Tito Karnavian pun mengapreasi aksi ini. Beliau mengatakan bahwa tidak ada ranting pohon yang patah. Taman Monas pun langsung bersih pasca aksi. Hal ini membuktikan bahwa Aksi Super Damai bukan hanya jargon atau isapan jempol belaka, tetapi secara nyata dibuktikan oleh umat Islam yang hadir.
Aksi tersebut bukan hanya mendapat sorotan media, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Dari aksi tersebut, Saya melihat ada beberapa pesan yang dapat diambil oleh bangsa Indonesia, bahkan oleh warga dunia, sebagai berikut.
*Pertama, kepemimpinan yang efektif.* Aksi bela Islam III digalang oleh ulama dan tokoh-tokoh agama yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) yang diprkarsai oleh Habib Rizieq Shihab, Ust. Bactiar Nashir, KH Abdullah Gymnastiar, dan Ust. Arifin Ilham.
Secara logika, mengendalikan massa yang jumlahnya jutaan bukan hal mudah. Ada resiko massa yang tidak tertib, disusupi provokator yang akan membuat suasana menjadi chaos, apalagi aksi ini diwarnai rumor makar terhadap pemerintah. Oleh karena itu, aparat TNI dan Polri jauh-jauh hari sudah melaksanakan konsolidasi dan koordinasi untuk mengantisipasi munculnya hal-hal yang tidak diharapkan terjadi pada aksi tersebut. Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian juga telah menemui dengan tokoh-tokoh GNPF-MUI yang difasilitasi Ketua MUI KH Ma’rif Amin.
Dengan tidak bermaksud mengecilkan peran aparat TNI dan Polri dalam menjalankan aksi, Saya melihat bahwa kepemimpinan ulama sangat kuat dalam memimpin aksi. Habib Rizieq dan tokoh-tokoh lainnya disamping melakukan orasi membakar semangat jihad jamaah, juga tidak bosan-bosan mengingatkan agar jamaah Senjaga ketertiban, keamanan, dan kebersihan. Sangat luar biasa. Aksi yang berlangsung dari pukul 08.00 s.d. 13.00 berjalan sangat tertib.
Mengapa jamaah sangat taat kepada para ulama? Karena mereka memiliki integritas dan mampu menjadi teladan. Mereka tersebut disamping menjadi idola umat, juga memiliki wibawa. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh tidak selalu identik dengan kekuasaan, tetapi bisa disebarkan dengan hikmah dan keteladanan. Pasca Aksi, Aa Gym ikut berbaur membantu membersihkan sampah. Tidak ada ekslusifisme yang ditampakkan olehnya.
*Kedua, persatuan ulama, umara, dan umat.* Aksi Super Damai 212 juga menjadi momentum bersatunya ulama, umara (pemerintah), dan umat. Para ulama silih berganti memimpin doa dan berosasi. Kapolri Jenderal Tito Karnavian berpidato menyampaikan perkembangan kasus Ahok yang merupakan pemicu aksi ini, dan tanpa diduga, Presiden Joko Widodo, hadir dan berpidato.
Kita patut memberikan apresiasi kepada Presiden Joko Widodo yang telah berkenan untuk hadir pada acara tersebut walau sebelumnya ajudannya mengingatkan untuk tidak menghadiri acara tersebut dengan pertimbangan keamanan. Umat pun menyambut menyambut dengan gegap gempita kehadiran Presiden Jokowi yang pada aksi 411 tidak hadir dengan alasan faktor keamanan.
Ulama, umara, dan umat, berkumpul dalam satu tempat. Sama-sama berdoa untuk keselamatan bangsa dan negara. Harmoni begitu terasa. Ketika pihak tersebut memang harus bersatu dan bersinergi dalam membangun bangsa, dan merapatkan barisan melawan setiap bahaya terhadap keutuhan NKRI.
*Ketiga, semangat bela agama dan nasionalisme.* Setiap penganut agama dituntut untuk mencintai agamanya. Kalangan ulama berpendapat bahwa cinta tanah air adalah sebagian daripada iman. Oleh karena itu, Aksi Super Damai 212 adalah bentuk bela agama dan bela negara. Para peserta aksi tersebut menyeru dan menuntut agar Ahok sang penista agama segera ditahan dan segera diadili. Selain itu menyerukan pentingnya menjaga persatuan, kesatuan, dan keutuhan NKRI.
*Keempat, semangat gotong royong.* Pada Aksi Super Damai 212, dapat kita lihat gotong royong yang sangat luar biasa. Ada yang menyiapkan tempat, menjaga keamanan, menyiapkan makanan dan minuman, menyiapkan toilet, dan membersihkan sampah. Semua bergerak, saling berkontribusi, dan saling melengkapi. Alangkah indahnya jika semangat tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya sebatas pada aksi tersebut. Bukankah gotong royong adalah nilai budaya asli bangsa Indonesia?
*Kelima, solidaritas.* Bantuan yang mengalir pada aksi tersebut merupakan sebuah bukti nyata solidaritas yang ditunjukkan oleh umat Islam. Semua orang, kaya, dan miskin ingin menyumbang. Bahkan seorang pedagang kecil pun menggratiskan dagangannya untuk peserta aksi sebagai bentuk cinta terhadap agamanya. Ikhlas beramal. Hanya satu yang diharapkannya, yaitu ridho Allah. Pada kesempatan itu juga mendoakan keselamatan bagi para mujahid di Palestina, Irak, Suriah, Afghanistan, Philipina Selatan, Thailand Selatan, dan etnis Rohingnya yang saat ini ditindas rezim Myanmar.
Masyarakat yang dilalui oleh long march santri dari Ciamis begitu antusias membantu dengan penuh haru. Apa yang dilakukannya mungkin tidak sebanding dengan pengorbanan para santri, tapi mereka setidaknya telah berbuat untuk perjuangan membela agama. Doa-doa pun dipanjatkan untuk keselamatan dan kelancaran acara tersebut.
*Keenam, pesan santun dan tertib.* Aksi Super Damai 212 dilakukan secara santun dan tertib. Tidak menimbulkan ketakutan di masyarakat. Aparat keamamanan juga sangat terbantu dengan ketertiban jamaah. Para jamaah datang dan pergi dengan tertib, tanpa merusak taman, dan tanpa meninggalkan sampah yang berserakan.
Dalam beberapa unjuk rasa diwarnai dengan bakar ban, hujatan, merusak fasilitas umum, dan berakhir bentrok. Tapi aksi kemarin berjalan sangat damai. Beres acara, jamaah dan aparat TNI/Polri saling berjabat dan ada yang meminta foto bersama.
Itulah enam pesan yang bisa ditangkap dari Aksi Bela Islam III atau yang disebut Aksi Super Damai 212. Semoga pesan-pesan positif ini dapat diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, menurunkan ketegangan antarelit politik, dan membuktikan kepada dunia bahwa Islam adalah agama yang damai dan Indonesia pun adalah negara yang damai.
*Penulis, Praktisi Pendidikan, Pemerhati Masalah Sosial.*
http://m.kompasiana.com/idrisapandi/pesan-aksi-212-kepada-dunia_58426c631eafbde1065ae478
Komentar
Posting Komentar