_Oleh: MUCH. KHOIRI_
Menulis bukan sekadar berekspresi, melainkan juga berkomunikasi. Ekspresi yes, namun jangan berhenti di situ. Selain berekspresi, menulis itu perlu dibarengi dengan tujuan berkomunikasi, yakni menyampaikan sesuatu pesan.
Jika hanya untuk ekspresi, menulis itu masih kurang banyak manfaatnya. Dulce et utile, ya estetika ya edukasi (manfaat). Ada manfaatnya sih, namun lebih untuk memuaskan diri-sendiri. Ruang lingkup kepuasannya tidak seluas jika orang menulis untuk berkomunikasi. Pada titik ini menulis lebih diarahkan untuk mengatakan sesuatu kepada orang lain secara efektif dan tepat sasaran.
Maka, tujuan menulis perlu dipertegas kembali, selain ekspresi, juga komunikasi. Menulis itu berkomunikasi--tentang apapun--kepada oang lain lewat tulisan. Ada target keterbacaan dan keterpahaman yang ingin diraih. Intinya: apa yang disampaikan bisa diterima dengan jelas oleh orang lain. Bukan untuk diri sendiri.
Pada posisi demikian, kita bisa mengkomunikasikan gagasan dan sikap kita tentang Unas, nasib guru honorer, satu guru satu buku, politik media, penistaan dan sebagainya. Apakah kita setuju, protes, menimbang atau menolak, bisa kita tuangkan dalam tulisan. Seakan kita benar-benar berbicara dengan pembaca yang dekat secara emosional. Kedekatan semacam ini melancarkan proses penulisan (alias komunikasi lewat tulisan).
Untuk memperlancar proses menulis, bisa dibayangkan seakan-akan pembaca dihadirkan di dalam suatu ruang komunikasi. Anda dan pembaca berada dalam forum saling berhadapan (seakan-akan langsung). Di situlah Anda seakan berceramah atau berkata-kata di depan puluhan atau ratusan audiens. Bagaimana Anda berbahasa dalam tulisan, pastilah mempengaruhi ketercapaian tujuan komunikasi.
Selain itu, materi tulisan tentu harus selaras dengan kebutuhan audiens. Materi ini ibarat pesan yang disampaikan. Harus sambung, klik! Jika pesan tidak saling dipahami, komunikasi pastilah tidak efektif alias gagal. Dengan kata lain, pengetahuan umum audiens perlu dipertimbangkan. Jika mereka familier dengan topik, mereka akan antusias membaca dan meresapi isinya. Pemahaman ini bukti berhasilnya komunikasi.
Di samping itu, pengorganisasian materi tulisan juga perlu bagus. Kepatutan hubungan antar kalimat dalam paragraf, atau hubungan antar paragraf, sangat membantu efektivitas komunikasi. Keruntutan nalar atau pikiran juga jangan sampai terabaikan. Semakin jelas penyajian kalimat-kalimat Anda, semakin dekat tercapainya tujuan akhir komunikasi. Jangan gunakan nalar yang mbulet, atau Anda akan kena semprit lemahnya hubungan logika dan bahasa.
Bahasa juga demikian. Penggunaan gaya bahasa yang komunikatif lebih banyak dianjurkan. Tak usah berbahasa sok ilmiah seperti bahasa dewa. Kesuksesan tulisan kerap ditentukan gaya bahasa (ada juga yang menyebut " ars poetica") dalam menulis. Tapi jangan lupa, penulis yang hebat akan menggunakan bahasa yang sederhana (meski) untuk menyampaikan hal-hal yang sulit.
Jadi, tunggu apa lagi, segera ambil alat tulis, hadirkan audiens pilihan, tentukan mau menulis apa, dan mulailah berkomunikasi lewat tulisan dengan percaya diri seakan Anda sedang berdiri di depan mereka. Saat seperti inilah Anda bukan hanya berekspresi, melainkan juga sedang berkomunikasi.**
_*Much. Khoiri adalah dosen Unesa dan penulis buku 26 judul dalam 5 tahun terakhir._
Driyorejo, 10.11.2016
Komentar
Posting Komentar