MENULIS BUKU SESUAI TRENDS

_Oleh: MUCH. KHOIRI_

Jika kita telah bertekad menjadi writerpreneur (wirausahawan di bidang tulis-menulis), kita perlu menimbang untuk menulis buku sesuai trends? Tidak wajib, tapi perlu menimbang! Mengapa demikian?

Suatu trend adalah apa yang populer pada suatu tempat di suatu masa. Maknanya luas, bukan hanya trend dalam fesyen atau hiburan, tapi juga bisa tren suhu dunia atau pasar valuta asing. Trend politik juga ada; demikian pun trend buku bacaan yang perlu ditulis.

Mengapa populer? Sebab, masyarakat membincangkan atau menggunakannya. Ikan arwana pernah jadi trend. Anthurium (gelombang cinya, jemani kobra, dsb) juga pernah melesat jumlah penggemarnya. Batu akik, alias batu mulia, belum lama ini juga jadi trend yang menyedot perhatian
banyak orang.

Di situ ada hukum supply and demand (persediaan dan permintaan). Trend terjadi ketika permintaan tinggi, dan persediaan memenuhinya. Untuk penjualan kreatif, persediaan disengaja ada agar menyedot kastamer untuk membeli persediaan tersebut.

Maka, penentu tumbuhnya trend bisa masyarakat kastamer, bisa juga penyedia kebutuhan kastamer. Pada kasus pertama, masyarakat menunjukkan jumlah kebutuhan sehingga supplier tampil memberikan pemenuhan. Pada kasus kedua, orang harus menjadi trendsetter untuk menyedot perhatian banyak orang agar membeli produknya.

Apakah menulis buku terkena hukum tersebut? Kalau Anda seorang writerpreneur, Anda akan melihatnya demikian. Tidak mungkin Anda hanya menulis buku tanpa memikirkan apakah buku-buku Anda laku dan dibaca orang lain. Rugi besar jika Anda menulis buku, diterbitkan sendiri, lalu dibaca sendiri. Jika demikian, ibaratnya Anda membuat produk yang tidak laku karena tidak dibutuhkan orang. Masak menulis untuk narsis semata?

Bagi writerpreneur, buku karyanya adalah produk yang dihasilkannya. Buku itu kualitasnya harus tinggi, agar pantas untuk diberi harga tertentu, lalu dipajang di rak toko atau toko online, dipromosikan atau diiklankan oleh tenaga profesional. Brand-marketing management dimanfaatkan untuk mengelola buku tersebut dan penulisan buku selanjutnya.

Maka, membaca trends perbukuan itu penting. Dengan membaca trends, diketahui genre buku apa saja yang jadi permintaan masyarakat. Saat ini, misalnya, bangsa ini berada dalam suasana cemas akibat berbagai persoalan politik-ekonomi Tanah Air. Maka, marilah menulis buku tentang buku-buku hikmah, motivasi, penenang kalbu, humor, titik balik, dan semacamnya. Saran saya, jangan menulis buku-buku sedih dan frustasi, atau buku Anda akan kurang beruntung.

Syukur-syukur Anda menulis buku yang menjadi trendsetter, yang kemudian menginspirasi penulis lain secara luas. JK Rowling menulis "Harry Potter" yang mengguncang dunia. Novel "Laskar Pelangi" Andrea Hirata dan "Ayat-Ayat Cinta" termasuk karya-karya yang jadi trendsetter, yang kemudian temanya diikuti oleh cukup banyak novel setelahnya.

Menjadi trendsetter tentu harus berani berbeda dengan karya-karya sebelumnya. Kreativitas sangat mahal harganya. Jika pintar mengantisipasi pasar, buku akan sukses di pasaran. Jika tidak tepat antisipasinya, buku itu hanya akan menjadi buku biasa yang keterjualannya tidak bisa diharapkan. Meski demikian, lebih baik mencoba walau ada kemungkinan gagal daripada tidak mencoba sama sekali.

Nah, sekarang, semua bergantung Anda sendiri. Mana yang akan diambil: menjadi penulis trendsetter dalam tema, atau memenuhi permintaan pembaca yang sudah ada. Keduanya masih berada dalam wilayah mempertimbangkan trends. Saya tidak menganjurkan Anda menulis hanya sekadar menulis tanpa rencana yang terukur.*

*_Much. Khoiri adalah dosen Unesa dan penulis buku 26 judul dalam lima tahun terakhir._

Driyorejo, 10.12.2016

Komentar