Oleh : Rizki Ikhwan
Setiap orang tentunya punya segudang problematika hidup yang tak jarang memerlukan energi lebih bahkan waktu untuk mengurai setiap permasalahan yang ada agar tercapai solusi dari permasalahan tersebut. Begitupun dengan para guru yang punya aktifitas mengajar di sekolah. Selain sekian jam pelajaran mereka harus berkutat dengan anak didik yang ada disekolahnya, guru-guru juga tentunya mempunyai aktifitas dimasyarakat dan dalam keluarga mereka sendiri. Menjadi guru tentunya mesti punya kemampuan lebih dan kecakapan khusus dalam mengajar para siswa. Kenapa ditekankan pada guru?, karena sejatinya tugas mendidik dan mengajar adalah berhadapan dengan banyak anak dan tugas ini pun memiliki posisi tawar yang besar dalam kemajuan sebuah bangsa kedepan.
Jika terjadi kealfaan atau cacatnya sebuah pendidikan, salah satu faktor yang menyebabkan bisa mengarah kepada posisi guru, karena malpraktek pendidikan telah terjadi dan membuat tujuan pendidikan itu sendiri belum tercapai. Namun, ketika tujuan pendidikan yang mengarah kepada kualitas peserta didik menampakkan hasil, tentunya apresiasi serta kemuliaan akan disandangkan kepada para guru.
Didalam menjalankan tugas, para guru tentunya punya berbagai macam permasalahan yang kerap mengiringi keseharian mereka dalam bertugas. Entah itu permasalahan di dalam keluarga, permasalahan dengan pimpinan maupun rekan kerja disekolah, ataupun hal-hal lain yang ditemuinya dimasyarakat. Nah, ketika semua permasalahan tersebut telah membayangi, apakah ini akan membawa pengaruh kepada mereka ketika mengajar?. Ya, jawabnya tentu sedikit banyaknya permasalahan yang bersifat eksternal, akan mempengaruhi kesiapan guru dalam mengajar anak didik mereka dikelas. Lalu, ketika berada pada kondisi tersebut, apa yang seharusnya setiap guru mesti lakukan?. Jawabnya adalah menghadirkan “hati” ketika mengajar. Setiap guru mesti mampu merekayasa emosional yang mereka punyai dan mereka hadapi. Ketika mereka mempunyai masalah diluar, lantas tidak semestinya permasalahan tersebut juga dibawa masuk ke dalam kelas mereka. Seberapapun sulit permasalahan yang mereka hadapi di luar sana, ketika kembali masuk ke dalam kelas, guru mesti mampu kembali tersenyum dan merekayasa emosional yang mereka punyai, agar para siswa tetap enjoy dan senang dalam belajar serta tidak ikut kebawa suasana atas permasalahan yang dipunyai oleh guru mereka. Rekayasa emosional seperti ini, memang belum banyak guru yang mampu menerapkan dikelas, lantaran masih kekurang pahaman atas fungsi dan tugas mereka ketika berada di dalam kelas. Serta masih kurang referensi bagaimana membangun kepribadian dan memanajemen emosional yang penting dipahami ketika interaksi dengan banyak orang atau anak didik mereka. Dengan kondisi ini, tentunya guru mesti lebih banyak menimba ilmu, membaca, serta berdiskusi tentang hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan kepribadian, psikologi dan ilmu-ilmu lainnya. Sehingga mereka punya pemahaman lebih dalam berinteraksi dengan anak didik, sehingga proses dan tujuan dalam pendidikan tersebut dapat tercapai dengan maksimal.*
Komentar
Posting Komentar