“GURUKU BERILAH
INSPIRASI”
Oleh : Ali Usman
“Jika Anda ingin tidak dilupakan orang segera setelah
meninggal dunia, maka tulislah sesuatu yang patut dibaca atau berbuatlah
sesuatu yang layak diabadikan.”
(Franklin)
Guru
memiliki peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Guru tidak sekedar
dituntut memiliki kemampuan mentransformasikan pengetahuan, pengalamannya, dan memberikan
tauladan, tetapi juga diharapkan mampu menginspirasi anak didiknya agar mereka
dapat mengembangkan potensi diri dan memiliki akhlak yang baik.
Guru
inspiratif bukanlah sekedar berkompeten sesuai dengan akademiknya, mampu
mengajar di depan kelas, membuat soal-soal, dan menentukan kelulusan siswa.
Guru inspiratif harus memiliki kepribadian yang menarik sehingga dapat menstimulasi
siswa untuk mengembangkan potensi diri, menumbuhkan kesadaran siswa dalam
meraih masa depannya, dan menjalin kehangatan interaksi antara guru dan siswa
sehingga guru tidak lagi dianggap sebagai sosok angker yang menakutkan, tetapi
dapat menjadi mitra belajar yang menyenangkan.
Mencermati
berbagai model perkembangan institusi pendidikan terkini, maka terbentang masa
yang menggugah nyali para guru untuk mengoptimalkan potensi generasi
berkualitas. Guru dengan mentalitas pendidik (nurturer/educator) yang mumpuni di bidangnya, adalah tuntutan dalam
dunia pendidikan. Jadi, bukan hanya menjadi dambaan lembaga sekolah. Subyek
didik pun menganggapnya sebagai ‘guru favorit’. Jika demikian halnya, lalu
bagaimana untuk mewujudkannya? Sudahkah Anda berpuas hati dengan prestasi
sebagai guru? Bagaimana respon peserta didik saat kegiatan pembelajaran
berlangsung? Dan bagaimana hasil evaluasi organisasi?
Apapun
jawaban yang Anda berikan, akan tetap memicu serta memacu diri, bahwa kita
senantiasa perlu memperbaiki dan meng-ishlah-kan
kompetensi (pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional) diri. Ishlah adalah satu konsep yang sangat
ditekankan dalam Islam. Orang beriman jika mempunyai pekerjaan, maka ia selalu
mengerjakannya dengan professional dan amalnya dilaksanakan dengan tuntas.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabrani disebutkan bahwa “Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla suka
seorang hamba yang kalau dia bekerja dengan itqon (profesional, tuntas dan
berstandar).”
Tips
guru profesional merancang strategi pembelajaran terbaik Hasan Basri (Abdul
Rahman, 1998) menyatakan bahwa: “Orang
yang bekerja tanpa pengetahuan dan rencana, sama seperti orang yang berjalan
meraba-raba di jalan raya yang terbentang. Orang yang bekerja tanpa tujuan,
lebih banyak merusak daripada membangun.” Program pembelajaran sangat
penting dipersiapkan serta diaplikasikan sesuai kondisi di lapangan. Agar pola
mengajar dapat terarah, maka perlu mencatat peristiwa harian, misalnya: tugas,
ulangan, laporan, dan seterusnya.
Sebuah
tindakan akan menghasilkan produk yang berkualitas jika dipersiapkan secara
optimal. Agar menjadi siswa terdidik, berakhlak mulia dan unggul, maka perlu
dibiasakan untuk merencanakan segala pekerjaan yang akan dilakukan.
Mempersiapkan faktor internal peserta didik dengan menyalakan ‘nyali’ lebih
awal adalah hal yang sangat diutamakan. Sebelum menanam, lihat dulu lahannya.
Menurut Rasulullah, ada tiga tipe lahan dalam hal ini anak didik kita. Pertama
“laqiyatun” – suci dan baik mudah
menerima kucuran dan limpahan air. Kedua “ajadib”
– tanaman tidak bisa tumbuh, namun bermanfaat bagi yang lain. Dan ketiga adalah
“qi’anun” bak padang pasir.
Jernihkan
visi dan peran sebagai guru! Apakah yang melatarbelakangi guru bertindak? Guru
sebagai pelaku perubahan dan pendidik karakter. Strateginya? Mempraktikkan
pembelajaran kolaboratif, menumbuhkan kejujuran akademis, mengembangkan sekolah
sebagai komunitas belajar profesional, membangkitkan kultur kemandirian yang
bertanggung jawab. Jadi, mengedepankan perubahan paradigma sebagai guru
profesional. Pada tataran teknis guru berperan sebagai pengajar dengan tugas
utama mengajar, mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai peserta didik
pada satuan pendidikan tertentu.
Apa
saja yang dipertontonkan guru kepada para siswanya adalah termasuk proses
pendidikan. Mereka akan merekam sedemikian rupa segala peristiwa yang ada di sekelilingnya.
Hakikat anak didik menurut Al-Ghazali merupakan anak yang sedang berada dalam
proses perkembangan dan pertumbuhan sesuai fitrahnya masing-masing. Mereka
memerlukan bimbingan serta pengarahan dari pendidik secara konsisten menuju
titik yang optimal berdasarkan potensi fitrahnya. Karena kemampuan anak didik
sangat ditentukan oleh usia dan perkembangannya.
Sulit
menyebut siswa bodoh, yang ada adalah guru belum maksimal dalam mengajar!
Dengan proses sedemikian rupa, sesuatu yang sederhana menjadi luar biasa!
Barang yang kelihatan murah akan menjadi sangat tinggi nilainya jika isi dan
kemasannya hebat. Pohong (ubi kayu) misalnya, hanya barang lokal jika dikemas
dengan teknologi modern bisa menjadi seribu macam produk yang bernuansa global.
Ingat lagi kondisi peserta didik! Refleksi! Dengan mengkaji kelemahan dan
kekuatan dalam menjalankan proses pembelajaran guru berhadapan dengan anak
didik yang unik, beraneka ragam intelegensinya, kekuatan daya pikir dan
nalarnya serta kecenderungannya. Multikarakter anak didik, akan menjadikan
bahan bagi guru untuk ‘menanaknya’ sedemikian rupa. Mereka sedang mengalami proses perkembangan. Oleh karena
itu, mereka membutuhkan bimbingan, arahan, teladan secara konsisten ke arah
titik yang optimal sesuai fitrahnya. Guru sebagai apa? Guru sebagai da’i,
trainer, dan motivator yang mendorong anak didik berakhlak mulia dan cendekia
menuju peradaban yang gemilang. Guruku…! Tebarkanlah inspirasimu!
Padang,
8 Februari 2016 pukul 17.54 di baity
jannaty
Komentar
Posting Komentar